Kamis, 05 Januari 2012

Visi-Misi Gubernur Sulawesi Tengah dan Pelestarian Hutan Lindung

Sulawesi Tengah memiliki potensi hutan lindung dengan luas 1.489.923 ha, merupakan modal dasar pembangunan yang secara optimal dapat dikelola seperti halnya kawasan konservasi atau kawasan produksi. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 
Secara umum, pemanfaatan pada hutan lindung oleh pihak ketiga yang dilakukan melalui proses perizinan adalah baru sebatas pada pemungutan rotan dan getah damar. Kalaupun ada aktifitas, pemanfaatannya tidak dilakukan melalui perizinan sah. Hal ini diduga karena belum optimalnya sosialisasi tentang pemanfaatan hutan lindung, sehingga masyarakat memiliki kesan dilarang untuk mengakses hutan lindung.
Akibat dari masyarakat tidak merasa mendapat manfaat dari keberadaan hutan lindung, maka masyarakat membiarkan terjadinya perusakan hutan. Keberadaan hutan lindung dipandang sebagai penghambat pembangunan, ketika masyarakat ingin melakukan perluasan lahan perkebunan.
Saat ini, kondisi hutan lindung Sulawesi Tengah secara fisik memprihatinkan, baik sebagai akibat pertambahan penduduk, atau akibat laju pembangunan yang secara langsung dan tidak langsung menekan eksistensi hutan lindung. Perambahan dan pembalakan liar dan bahkan sering terjadi konflik kepentingan antar sektor.
Di Sulawesi Tengah, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, kenyataan ekonomi dan sosial ini adalah penduduk yang umumnya miskin di pedesaan dan hidup dekat dengan kawasan hutan lindung. Kenyataan ekonomi dan sosial ini juga mencakup investasi yang didominasi dan bertumpu pada hasil-hasil sumber daya alam, seperti kayu, bahan tambang dan hasil hutan lainnya, serta kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang dekat dan kadang-kadang di dalam kawasan lindung.
Keutuhan kawasan hutan lindung tidak dapat dipertahankan tanpa menyediakan bagi penduduk setempat yang hidup bergantung langsung pada sumberdaya di daerah itu, sumberdaya pengganti dan peluang untuk mendapat penghasilan.
Dengan kenyataan di atas, maka upaya pelestarian hutan lindung perlu menyelaraskan pelestarian dengan kepentingan masyarakat setempat dan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat yang hidup dekat perbatasan kawasan hutan lindung.
Konsep di atas juga menjadi sinkron dengan visi Gubernur Sulawesi Tengah untuk lima tahun kedepan 2011-2016, yaitu “Sulawesi Tengah sejajar dengan provinsi maju melalui pengembangan agribisnis dan kelautan dengan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing di kawasan timur Indonesia tahun 2020”. Kemudian, untuk mewujudkan visi tersebut, maka dituangkan dalam bentuk misi kegiatan yaitu: (1) percepatan reformasi birokrasi, penegakkan supremasi hukum dan HAM; (2) peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing berdasarkan keimanan dan ketaqwaan; (3) peningkatan pembangunan infrastruktur; (4) peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan; (5) pengelolaan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan.
Program dan kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan hutan lindung oleh masyarakat dengan pendampingan dan bimbingan dari instansi kehutanan. Diharapkan dengan dukungan kebijakan, tertib hukum dan implementasi secara konsisten, kegiatan ini dapat mengurangi laju kerusakan hutan lindung, sekaligus menguatkan ekonomi masyarakat sekitar hutan untuk pengentasan kemiskinan. Beberapa ketentuan yang dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan seperti di bawah ini.
Menurut PP No. 38 Tahun 2007 Lampiran AA, pada sub bidang pemanfaatan kawasan hutan lindung, Pemerintah Provinsi memiliki kewenagan pemberian perizinan pemanfaatan kawasan hutan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam Lampiran (Appendix) CITES, dan pemanfaatan jasa lingkungan skala provinsi.
Pemanfaatan kawasan hutan, dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha: budidaya tanaman obat; budidaya tanaman hias; budidaya jamur; budidaya lebah; penangkaran satwa liar; rehabilitasi satwa; atau budidaya hijauan makanan ternak (PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 24).
Pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam Appendix CITES, antara lain berupa: rotan; madu; getah; buah; jamur; atau sarang burung walet (PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 26).
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Pada Hutan Lindung, antara lain dilakukan melalui kegiatan usaha: pemanfaatan jasa aliran air; pemanfaatan air; wisata alam; perlindungan keanekaragaman hayati; penyelamatan dan perlindungan lingkungan; atau penyerapan dan/atau penyimpanan karbon (PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 25).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar