Kamis, 05 Januari 2012

Si bongkok di bakau madura

Si bongkok di bakau madura klik disni.

UDANG memang sedang turun harganya, tapi di matanya masih ada kilau dolar. Tak heran bila banyak tambak baru dibikin. Seperti di pantai barat Pulau Madura, misalnya di Kecamatan Bangkalan, Kecamatan Sabian. Sedang di timur, tambak udang itu berserak di Kecamatan Klampis Kecamatan Sepulu, hingga Kecamatan Tanjung Bumi. Ada contoh di Desa Klampis Timur, yang hanya sekitar 20 meter dari jalan raya. Baru dua bulan ini tambak sekitar 10 hektar itu diisi benur. Di situ tampak anak-anak bermain rakit seraya menjaring udang-udang kecil. Penjagaan tambak baru ini belum ketat. Malah, gundukan tanah penggalian masih pula menumpuk di pinggiran. Dan yang mencolok adalah sisa tanaman bakau. Soal itulah yang kini bikin masalah. Kelestarian hutan bakau yang ratusan hektar di pantai barat Madura itu terancam. Hutan yang sebagian dikuasai Perhutani itu justru turut dibabat, lalu arealnya diubah untuk tambak udang. "Kasusnya sudah dijelaskan kepada Pemda Bangkalan. Kini persoalannya ditangani mereka," kata S. Soeprijono. Sebenarnya, Asisten Kesatuan Pemangku Hutan Madura Barat Perum Perhutani itu bagai patah arang. Ia tak mau lagi berpanjang kalam. Gawat? Kata Abdul Kadir, Bupati Bangkalan, tak benar ada hutan bakau dibabat di pantai barat Madura. "Dan tak sejengkal pun tanah Perhutani dijadikan tambak oleh investor," ujarnya. Ia sudah memaklumi Soeprijono mengklaim dan menyatakan 100 hektar hutan bakau milik Perhutani diolah untuk memelihara si bongkok yang berbau dolar itu. Kemudian pada 23 Mei silam, Soeprijono melayangkan surat pada bupati. Isinya masih soal tadi. Kadir tetap membantah. Tapi di suratnya itu Soeprijono juga menjelaskan, dari pengamatan sejak April 1987, sekitar 28 hektar hutan pantai (bukan hutan bakau) disikat penduduk untuk digali buat tambak udang. Hingga Januari lalu, hutan pantai yang dijadikan tambak itu sudah 100 hektar. Sebaliknya, ucap Kadir, tambak yang di tanah tersebut memang milik rakyat. Maka, ia tak percaya bahwa ada bakau yang sengaja digusur. "Itu bukan hutan bakau. Yang benar, dulunya rawa yang tidak produktif, kemudian dijadikan tambak," tambahnya. Di samping itu, kalaupun ada pihak ketiga, masih kata Kadir, mereka hanya membantu menangani tambak itu biar intensif. Dia menjelaskan, memang ada 15 pengusaha yang mendatanginya, minta izin bikin tambak. Tapi baru satu perusahaan yang membuat Penyajian Informasi Lingkungan. Sedang yang lain sedang dalam proses, makanya mengolah tanah saja justru belum diperkenankan. Trimarjono Wakil Gubernur Ja-Tim, mengatakan bahwa izin buka tambak udang itu wewenang Pemda Tingkat I. Bila ada dari Pemda Tingkat II, itu bukan izin namanya. "Itu rekomendasi," kata "pendekar" lingkungan hidup di Ja-Tim itu. Lagi pula, untuk mengantungi izin, pemohonnya harus punya studi kelayakan. Ini supaya jelas: budidaya udang merusak lingkungan atau tidak. Tapi ada cara yang baik untuk bikin tambak udang. Menurut M. Lugito, buat dulu hutan bakau agak ke tengah. Setelah setahun tumbuh, barulah bakau di pinggirnya dibabat untuk tambak udang. Cara itu pada 1980-an diterapkan petani di pesisir Pasuruan. Pada 1985 mereka memperoleh penghargaan Kalpataru. Dengan demikian, fungsi bakau tidak punah. "Model itu bisa dijadikan teladan," kata Lugito. Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA Unair Surabaya itu mengatakan, secara ekologis akar bakau itu bisa menahan deburan ombak yang menyebahkan erosi. Dan hutan pantai juga mengatur keseimbangan kadar garam secara alami, sesuai dengan binatang yang hidup di situ. Perairan hutan bakau lazimnya jadi tempat hidup dan berlindungnya berbagai larva ikan. Juga udang. Hanya bukan semua pengusaha mau memelihara sumber daya alam. Karena itu, Mannas K. Sulaiman, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat, terpaksa menyita kayu bakau yang dibabat PT Solok Indah Utama dari 5 hektar hutan bakau. Pekerjaannya itu dikontrakkan pada sebuah perusahaan di Kalimantan. Kayunya mau diekspor. Padahal, perusahaan ini belum melengkapi surat izinnya. Semula pimpinan perusahaan tersebut mau bikin tambak udang. Usulannya kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) mencakup 2 ribu hektar, tapi yang diizinkan hanya 200 hektar. Ternyata, tambak itu tak ada, melainkan hutan bakaulah yang dirusak. Dan kayunya yang akan diekspor itu sampai sekarang masih disita di Air Bangis. "Biarkan numpuk dan membusuk di situ, sampai bakau mudanya tumbuh lagi," tutur Mannas kepada Elprisdat dari TEMPO. Lain di Ja-Tim. Wakil Gubernur Trimarjono sudah siap mengirim tim ke pantai barat Madura. "Kami mencari kejelasan status tanah yang sudah dijadikan tambak itu," katanya. Baginya, juga masih kabur, hutan bakau itu sebenarnya di bawah naungan siapa. Nah, itulah yang bikin perkara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar