Jumat, 13 Januari 2012

Hutan juga Rusak di Binjai, Lahat dan Muba

TRIBUNNEWS.COM, LAHAT - Kerusakan hutan juga terjadi di Kabupaten Lahat, Binjai dan Muba. Kondisi ini dikawatirkan warga karena bencana banjir dan longsor seolah terus menghantui. Binjai Dd (33) warga Binjai yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, saat musim kemarau matahari rasanya sangat dekat. "Namun saat hujan, rasanya kami selalu dihantui banjir bandang yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan kami," tambahnya.

Kondisi serupa juga terlihat di wilayah Merapi, di sekitar Bukit Serelo yang merupakan ikon Kabupaten Lahat sebagian hutannya sudah gundul. Hambali (54) tokoh masyarakat di Merapi Selatan mengatakan, pengawasan dari semua pihak sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan.

Begitu juga ketegasan hukum agar perusahaan tidak sembarangan membuka lahan. Kayu di Sungai Di Kabupaten Muba, luas hutan secara nasional masih menyisakan 138 Ribu hektar yang setiap tahunnya berkurang 1,08 persen. Kondisi ini disebabkan degradasi yang begitu hebat disebabkan pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan hutan, kebakaran hutan, dan illegal logging.

Pantauan di beberapa areal hutan yang pernah dikelola perusahaan yang mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Desa Kepayang Indah dan desa Muara Medak Kecamatan Bayung Lencir menunjukkan lahan mencapai ratusan ribu hektar mengalami degradasi hebat. Ini karena pemanfaatan yang berlebihan oleh eks pemegang HPH.

Selain itu perubahan peruntukan kawasan hutan dan pencurian kayu menjadi masalah serius yang merusak lingkungan. Kawasan Pal 12 Desa Kepayang Indah merupakan lokasi terparah karena lahan hutan hampir rata dengan tanah yang hanya ditumbuhi ilalang setinggi hampir dua meter.

Di lokasi banyak berhamburan bekas kayu yang ditebang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Uniknya walaupun hutan di wilayah Muba telah mengalami degradasi hingga 50 persen, di lapangan masih ditemui hamparan kayu log yang diduga hasil pembalakan liar di sepanjang aliran sungai lalan Desa Muara Medak, Kepayang Indah, dan Muara Medak. Tim yang membawa rombongan direktorat pemberdayaan masyarakat

Departemen Kehutanan RI melintas di Sungai Lalan, Kamis (18/3/2010) lalu, sempat menyaksikan hamparan kayu log dalam jumlah besar yang dilakukan sejumlah oknum. Sejumlah orang sempat mengamati kedatangan rombongan dan mereka langsung kabur dengan menceburkan diri kedalam sungai lalan untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan ratusan ribu kayu log di lokasi Sungai Lalan desa Muara Medak.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah II Lahat, Sunyoto melalui Staf Penata Perlindungan, Muhammad Nur, mengatakan, sudah ada banyak hutan yang rusak akibat ulah illegal logging, tapi luasnya belum bisa dipastikan.

Wilayah kerja BKSDA Lahat adalah hutan konservasi dan hutan taman wisata alam yang meliputi Suaka Margasatwa (SM) di Kecamatan Lahat, Pseksu, Gumay Talang dan Kikim Selatan dengan luas sekitar 46.123 ha. Sementara kawasan SM Isau-isau Pasemah luasnya sekitar 16 ribu ha meliputi kawasan Pagar Gunung, Merapi Selatan, Mulak Ulu dan Semendo Muara Enim. Sedangkan untuk Taman Wisata alam Bukit Serelo seluas 200 Ha. "Saat ini lanjutnya, salah satu wilayah yang rawan adalah Kikim. Setiap dilakukan pengejaran, mereka selalu lolos hanya barang bukti ada,"
kata M Nur.

Untuk wilayah Kecamatan Merapi Selatan yang memiliki hutan konservasi dan Taman Wisata Alam Bukit Serelo, lokasi tersebut sudah banyak terdapat kuasa penambangan (KP) Batubara.

Sayangnya, hingga kini BKSDA belum mengetahui titik-titik kepemilikan KP tersebut. Dinas Pertambangan dan Energi Lahat belum mengkoordinasi titik penambangan," katanya. Namun, lanjut M Nur, jika nanti terbukti KP memasuki wilayah konservasi dan Taman Wisata, mereka harus meminta ijin dari Menteri Kehutanan untuk membuka lahan tersebut.

Lokasi Wisata di Sekitar Kota Lahat, SUMSEL

Bukit Serelo terletak sekitar 20 km dari kota Lahat. Penduduk setempat menyebutnya Bukit Tunjuk (sebagian gunung Jempol..padahal cuma bukit sih aneh juga), karena bentuk puncaknya yang mirip telunjuk yang mencuat ke langit.
Jika anda bepergian dari Muara Enim, menjelang 20 km memasuki kota Lahat, bukit itu terlihat jelas di sebelah kiri. Dibawahnya terdapat sebuah kompleks untuk menjinakkan, melatih dan mendidik gajah. Sekitar 40 ekor sudah dijinakkan di tempat ini, namun baru sebagian yang dapat diandalkan untuk para pengunjung. Anda dapat juga membuat foto dengan gajah-gajah itu. Tinggal berikan tip sebesar Rp. 5.000,- kepada pawang dan anda dapat berpose sepuasnya. Tidak menjadi soal apakah anda akan memotret untuk 1 roll film atau slide. Tetapi jangan lupa memberikan hadiah kepada gajah-gajah itu, berupa gula-gula, kacang dan sebagainya.
Dibeberapa tempat dibawah bukit terdapat beberapa tempat untuk berkemah atau rekreasi. Para pramuka dan anak-anak muda acapkali mengunjungi tempat-tempat itu. Sebuah sungai kecil dengan air yang jernih dan belum tercemar, dapat menyegarkan anda.
serelo
GUNUNG DEMPO
Gunung Dempo merupakan salah satu obyek wisata alam Kabupaten Lahat. Gunung tertinggi di Sumatera Selatan ini dapat dicapai langsung dari Palembang dengan kendaraan pribadi selama lebih kurang 6 jam, menempuh jarak sepanjang 295 km. Dapat juga mempergunakan bus umum dari Lahat menuju Pagar Alam (60 km), dan dari sini dilanjutkan dengan bus lain menempuh jarak 9 km sampai ke perkebunan dan pabrik teh lereng gunung.
Anda dapat menginap di mess yang tersedia sambil menikmati pemandangan alam indah sekitarnya. Namun apabila ingin melakukan pendakian ke puncak gunung, maka diperlukan bantuan pawang yang disediakan mess.
Gunung Dempo mempunyai dua puncak. Diatas puncak kedua yang lebih rendah terdapat sebuah kawah yang mengeluarkan batu belerang. Kawah ini terletak ditengah lapangan pasir dan bebatuan yang biasa dipergunakan para pendaki untuk beristirahat dan berkemah. Pendakian dari Pabrik teh ke puncak ini membutuhkan paling tidak 6 jam perjalanan. Para pendaki selain menginginkan petualangan, juga pencinta alam.
dempo
AIR TERJUN LEMATANG DAN NDIKAT
Di antara Lahat dan Pagar Alam terdapat dua air terjun yang masing-masing setinggi 40 meter lebih. Lebih dekat ke arah Lahat disebut air terjun Ndikat, sedang ke arah Pagar Alam disebut air terjun Lematang. Keduany menampilkan panorama alam yang sama.
Pada hari-hari libur atau Minggu kedua air terjun ini ramai dikunjungi wisatawan, untuk rekreasi atau piknik.
Kedua tempat wisata ini dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor, baik dari Lahat maupun Pagar Alam. Namun untuk lebih mendekat ke air terjun harus turun berjalan kaki, yang tidak kurang asyiknya adalah selama perjalanan melalui liku-liku tajam sehingga cukup menegangkan.
22.jpg
(inset , ini bukan air terjun Lematang Indah, tapi air terjun apa yah..saya lupa namanya, tapi Lematng Indah paling Indah air terjunnya)
L E M A T A N G

Sungai Lematang merupakan sungai terbesar di Kabupaten Lahat. Sepanjang sungai ini, sebenarnya merupakan obyek wisata alami yang memantulkan keindahan tersendiri. Lematang, seperti sungai-sungai lain yang mengalir di daerah ini, memiliki arus deras, sedang di berbagai tempat terdapat batu-batu besar. Sungai ini, terutama di bagian hulu, setiap tahun menjadi ajang lomba rakit tradisional yang di gelar tanggal 7 Agustus. Lomba yang cukup riskan dan penuh petualangan ini disaksikan ribuan penonton baik lokal maupun wisatawan. Apalagi untuk menyaksikan lomba yang menjadi rangkaian peringatan Hari Kemerdekaan itu tanpa memungut bayaran.
AIR TERJUN KARANG DALAM
Lokasi air terjun ini berada sesudah wilayah dusun Kuba, dengan wilayah yang mudah dijangkau dan bila anda memang menyukai tantangan tempat ini cocok untuk Anda. perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki yang cukup jauh karena kendaraan tidak dapat masuk. Jadi jangan lupa mampir kesana ya.
KEBUN BINATANG RIBANG KEMAMBANG
Kebun binatang ini terletak di kota Lahat, merupakan tempat wisata buatan yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Lahat. dan tidak sulit untuk menjangkaunya. Cukup dengan angkot atau ojek yang sering mangkal anda bisa langsung di antar ke tujuan. Kebun ini memiliki kolam, tapi lebih tepat danau kecil karena cukup besar untuk sebuah kolam. Danau ini berisi ikan dan satwa air yang sering kita lihat. Namun sekarang sepertinya Pemda Kota Lahat kurang memperhatikan objek wisata ini. Padahal ini bisa menjadi salah satu objek yang bagus.
Taman rekreasi Ribang Kemambang ini terdiri atas kolam pemancingan, kebun binatang mini, dan halaman rekreasi yang telah dihijaukan oleh pepohonan.

Puluhan ribu hektar hutan Lahat rusak

LAHAT - Sekitar 46.123 hektare hutan lindung di delapan kecamatan Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan mengalami kerusakan akibat penggundulan dan pencurian kayu.

Pantauan di lapangan siang ini, menunjukkan kondisi kerusakan hutan terparah itu berada di wilayah Kecamatan Kikim Selatan, Kecamatan Merapi, dan Kecamatan Tanjungsakti, Jarai, Pajarbulan, Muarapayang, Gumay serta Kikim.

Kawasan yang menjadi wilayah kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), yaitu hutan konservasi dan hutan taman wisata alam cukup luas, namun dengan keterbatasan sumber daya manusia menjadi kendala utama dalam pengawasannya, kata Kepala BKSDA Wilayah II Lahat, Sunyoto, di Lahat.
Menurut dia, tugas mereka adalah menjaga daerah Suaka Margasatwa (SM) Gumay Pasemah, di Wilayah Kecamatan Lahat, Pseksu, Gumay Talan, dan Kikim Selatan yang luasnya sekitar 46.123 ha.

Kawasan pengawasan lainnya adalah Suaka Margasatwa Isau-isau Pasemah luasnya sekitar 16.000 ha, meliputi kawasan Pagar Gunung, Merapi Selatan, Mulak Ulu, dan Semendo di Kabupaten Muaraenim. Masih ditambah lagi, kawasan Taman Wisata Alam Bukit Serelo seluas sekitar 200 ha, kata dia pula.

Dia menyebutkan, untuk Kecamatan Kikim saja, terdapat enam desa yang mengalami kerusakan hutan cukup parah, meliputi Desa Keban Agung, Pandan Arang, Tanjung Kurung, Pagardin, Pagar Jati, dan Nanjungan. Belum lagi di daerah lainnya yang tingkat dan luas areal hutan rusak juga masih cukup banyak.

"Kawasan sekitar hutan yang rusak itu akan selalu berpotensi terancam bencana alam jika tidak cepat ditanggulangi," kata Camat Kikim Selatan, Abdul Rauf. Dia memperkirakan, banyak terjadi aksi pembalakan liar (illegal logging) dilakukan di kawasan lindung tersebut, dengan cara membabi buta dilakukan oleh oknum warga yang kurang peduli dengan pelestarian hutan dan lingkungan.

"Berbagai upaya sudah ditempuh untuk pencegahan dan penghentian aksi penebangan liar, khususnya di sepanjang areal hutan lindung dan suaka alam, tapi karena luas hutan yang ada masih mengalami kesulitan," kata dia. Kawasan Kikim Selatan memiliki tak kurang dari 200 ha areal hutan lindung dan juga suaka alam.
Namun, sejak tahun 1979 dan puncaknya sekitar tahun 1980 ke atas, aksi penebangan liar di wilayah itu makin marak. "Kalau dibiarkan, kondisi itu dapat menimbulkan dampak terjadi bencana alam berupa banjir dan longsor pada wilayah tersebut," ujar dia lagi.

Bupati Lahat, Saifudin Aswari Rifai, menyatakan pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kerusakan hutan, termasuk program penanaman sepuluh juta pohon. "Lahat memiliki hutan cukup luas, sehingga sangat sulit dilakukan pengawasan dengan personel pengawas masih terbatas. Oleh karena itu dilakukan koordinasi dengan instansi terkait, seperti Polres, Kodim, dan polisi hutan yang ada untuk mencarikan solusi pencegahan dan penghentian laju kerusakan hutan tersebut," kata dia.

Ruang Terbuka Hijau Diperluas

PALEMBANG– Tingginya polusi yang disebabkan dari aktivitas perusahaan dan kendaraan bermotor membuat ruang terbuka hijau (RTH) yang ada di Palembang saat ini tidak mampu lagi menyerap karbon hingga meminimalisasi polusi.

Bahkan, hutan konservasi Punti Kayu seluas 50 hektare juga dinilai tidak mampu lagi berfungsi dengan baik.Untuk itulah,guna membantu fungsi daerah terbuka hijau tersebut, kawasan Jakabaring saat ini akan dijadikan hutan kayu dan telah ditanam banyak pohon. Kepala Seksi Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel Sutomo mengatakan, hutan sangat dibutuhkan untuk menyerap CO2.Jika hutan habis, polusi yang dikeluarkan kendaraan bermotor, perusahaan, bahkan negara-negara maju dan berkembang akan merusak iklim global.

Untuk itulah, sangat perlu dilakukan pelestarian hutan agar kondisi iklim tetap terjaga. “Untuk Kota Palembang saja, kemungkinan besar Hutan Punti Kayu tidak bisa lagi menyerap tingginya polusi dari kendaraan bermotor. Jadi, perlu dikembangkan lagi daerah untuk membantu fungsi dan tugas hutan pinus di Punti Kayu,” ujar Sutomo kemarin. Guna membantu fungsi hutan Punti Kayu, saat ini pihaknya telah membuat kawasan pengembangan hutan lain, yakni di Jakabaring, guna menjadi hutan kota.

Diharapkan, cara ini dapat menyeimbangkan kerusakan iklim karena membantu fungsi hutan Punti Kayu untuk menyerap CO2 dari polusi kendaraan yang perkembangannya sangat cepat. “Kendaraan di Kota Palembang ini sangat padat. Dapat kita lihat dari kemacetan yang kerap terjadi. Akibat kondisi ini, polusi juga sangat tinggi dan hutan kota cukup kewalahan untuk mengatasi ini.

Untuk itu, pengentasan polusi udara di Kota Palembang dapat dilakukan dengan penanaman pohon produktif dan harus sebanding dengan jumlah laju pertumbuhan kendaraan,”jelasnya. Sutomo mengklaim,selama ini upaya penghijauan dan penanaman pohon telah berjalan cukup baik dan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Apalagi, dengan tingginya komitmen kepala daerah untuk terus menciptakan suasana hijau di Kota Palembang, turut memacu masyarakat melakukan hal serupa.

”Saat ini sudah terdapat 30% ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Palembang.Hal ini merupakan bukti komitmen Pemkot Palembang yang konsen terhadap pencemaran udara, dengan menggalakkan penanaman pohon sejak dini,” ujarnya. Sementara itu, kondisi secara umum hutan di Provinsi Sumsel saat ini,menurut Sutomo, telah menunjukkan kualitas standar dunia, meski dari jumlah lahan hutan produktif tercatat 290 hektare lahan hutan yang ada kondisinya kritis.

”Kita sudah masuk standar penghijauan dunia. Sebab,saat ini 3,6 juta hektare daerah di Sumsel merupakan kawasan hutan,”cetusnya. Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian,Perikanan,dan Kehutanan (DP2K) Kota Palembang Sudirman Tegoeh menyatakan, untuk tetap menjaga Kota Palembang tetap hijau, pihaknya telah melakukan pengembangan hutan kota, yakni di kawasan Gandus dan Jakabaring. Sedikitnya, pada 2011 pihaknya kembali melakukan penanaman 1 juta pohon.

Dengan begitu, diharapkan polusi udara, pemanasan global,dan efek lainnya dapat diminimalisasi. “Di kawasan Kecamatan Gandus, yakni di Pulokerto, akan ditanam hutan buah yang nantinya diharapkan dapat menghidupi masyarakat sekitar. Sudah ribuan pohon buah dengan berbagai jenis, seperti mangga, rambutan, durian, jambu, ditanam di lokasi tersebut. Akan tetapi, khusus di kawasan Jakabaring, pohon kayu yang ditanam di sana tidak dapat dimanfaatkan lebih (untuk kehidupan masyarakat).Terkecuali, dilakukan penebangan jika sudah ada penggantinya,” ujar dia. yayan darwansah

30 Juta Dolar untuk Kelola Hutan Merangin-Sarolangun

ambi (ANTARA News) - Kabupaten Merangin bersama Kabupaten Sarolangun akan mendapatkan dana bantuan sebesar 30 juta dolar Australia dari program Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Fajarman mengatakan  melalui program tersebut menjadikan kabupaten Merangin dan Sarolangun menjadi kabupaten percontohan di area Sumatera untuk realisasi program pengelolaan hutan tersebut.
Program ini, lanjutnya, intinya adalah pengelolaan hutan untuk mengatasi masalah perubahan iklim global (global warming), selain ke depannya juga untuk program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD).

"Untuk kesepakatan kerjasama telah ditandatangani oleh presiden RI dan Perdana Menteri Australia. Jadi, untuk realisasinya kita yang ditunjuk sebagai proyek percontohannya di wilayah Sumatera," tegasnya.

Dana yang diterima akan digunakan untuk menjalankan program yang mencakup tiga bidang utama yakni, pengembangan kebijakan dan peningkatan kapasitas, dukungan teknis pemantauan dan perhitungan karbon, dan pengembangan kegiatan demonstrasi.

Dipilihnya Merangin dan Sarolangun menjadi proyek percontohan, dikarenakan dinilai indikatornya paling menonjol, yaitu, hutan-hutan yang ada di Kabupaten Merangin masih banyak dikelola masyarakat, seperti hutan adat, hutan desa, dan hutan tanaman rakyat (HTR).

"Melalui pengelolaan seperti ini secara otomatis kelestarian hutan akan tetap terjaga, karena masyarakatnya sendiri yang mengolah, coba kalau hutan itu milik negara, tentu masyarakat tidak bisa ikut menikmatinya. Sementara, kalau hutan adat dan sejenisnya, masyarakat sendiri yang mengaturnya," katanya. (ANT)

Wedding Trees Jaga Kelestarian Hutan di Lobar

Bupati Lombok Barat (Lobar) H Zaini Aroni saat menerima penghargaan dalam hal pelestarian hutan dari dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono (membelakangi kamera) pada puncak Perayaan Hari Menanam Pohon di Bukit Merah Putih, Sentul, Jawa Barat Senin (28/11). Foto : Zulhakim/JPNN
JAKARTA - Berbagai cara dilakukan Pemda Lombok Barat (Lobar) agar masyarakat mau turut serta dalam melestarikan hutan. Bupati Lombok Barat (Lobar) Zaini Aroni misalnya, memberikan syarat khusus bagi muda-mudi yang ingin melangsungkan perkawinan.

Dua mempelai itu diharuskan sudah menanam dan merawat sekurang-kurangnya dua batang pohon agar bisa dinikahkan oleh penghulu sekaligus tercatat di KUA. ‘’Ini namanya program Wedding Trees atau Pohon Perkawinan,’’ ujarnya di Jakarta, Senin (28/11) malam.

Hasilnya sejak dicanangkan tahun lalu, program di Lobar ini telah berhasil menanam sedikitnya 25 ribu pohon. Inilah yang menjadi salah satu alasan Kementerian Kehutanan menobatkan Lobar sebagai juara tiga dalam program Penanaman Satu Milyar Pohon.

Anugerah ini diterima bersama Kabupaten Bojonegoro dan Jepara yang diserahkan Presiden pada puncak peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) di Bukit Merah Putih, Sentul, Jawa Barat, Senin (28/11) pagi. ‘’Ini salah satu program yang kami lakukan, banyak lagi program yang lainnya,’’ tambah Zaini.

Dipaparkannya pula,  hingga tahun ini pihaknya dan masyarakat Lobar telah berhasil menanam dan merawat sekitar 5,6 juta batang pohon. Selain dengan masyarakat lokal, penanaman ini dinilai berhasil karena dukungan sejumlah pihak termasuk para penggiat lingkungan dan NGO asing.

Selain program Wedding Trees ini  sejumlah program lainnya digalakkan agar penanaman hutan tersebut bisa terus digalakkan. Seperti Peraturan Daerah (Perda) Jasa Lingkungan, yang mengharuskan setiap pelanggan PDAM di Lobar menyisihkan Rp 1000 saat membayar tagihan bulanan. Dana ini kemudian digunakan untuk pelestarian daerah hulu mata air

Menhut : Kenaikan Harga Komoditi Perkebunan Ancam Kelestarian Hutan

Di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat, Zulkifli mengatakan, untuk itu pemerintah mengalokasikan 700 ribu hektare hutan tanaman rakyat per tahun yang dibagikan kepada setiap kepala keluarga.

"Per tahun 700 ribu hektare diberikan kepada kepala keluarga untuk dikelola ditanam tanaman keras, tapi ada manfaat untuk mereka," ujarnya.

Tanah pembagian itu, menurut Zulkifli, tersebar di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Zuklifli mengakui, kenaikan harga komoditi perkebunan di tingkat dunia seperti kopi, lada, dan cengkeh, mendorong perambahan hutan oleh rakyat secara masif. Selain itu, pemekaran wilayah juga telah mendorong pembukaan hutan meski pemerintah telah mengeluarkan moratorium pembukaan hutan alam primer.

"Sekarang ini sawit mahal harganya, kopi mahal harganya, kemudian karet dan coklat. Komoditi yang merangsang penduduk meningkat berlomba-lomba mengalihfungsikan kawasan hutan menjadi perkebunan. Itu salah satu tantangan kita," tuturnya.

Pada 22 Juni 2011, Unesco mengeluarkan pernyataan bahwa taman nasional warisan dunia di Sumatera terancam bahaya kerusakan karena perambahan oleh masyarakat sekitar.

Zukifli mengakui pernyataan Unesco tersebut namun mengatakan pemerintah telah berupaya menghentikan perambahan tersebut dengan cara sosialiasi dan pembagian hutan tanaman rakyat.

"Sumatera itu memang sulit sekali kita menghentikan. Kalau Unesco mengatakan itu masuk akal. Karena taman nasional Kerinci itu kawasan sudah mendapatkan penghargaan dari Unesco sebagai world heritage. Nah, itu luar biasa, masuk dari saudara-saudara kita di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. Kira-kira ada 15 ribu orang dengan cara bukan menebang ambil kayu tetapi hutan-hutan dibakar dialihfungsikan menjadi tanaman kopi," tutur Zulkifli.

Menurut dia, perlindungan taman nasional harus membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat sekitar melalui program pemberdayaan dan sosialiasi terus menerus. (Lap Budi M/ANT)

Amerika menukar utang untuk pelestarian hutan hujan di Indonesia

 Nepenthes rafflesiana, tanaman kendi besar yang biasa ditemukan di hutan rawa Kalimantan. Foto oleh: Rhett A. Butler.
Nepenthes rafflesiana, tanaman kendi besar yang biasa ditemukan di hutan rawa Kalimantan. Foto oleh: Rhett A. Butler.

AS memaafkan utang sebanyak 28.500 dollar Amerika ke Indonesia untuk upaya pelestarian hutan di Kalimantan, Borneo Indonesia. Program utang-untuk-alam (debt-for-nature program) adalah bagian dari US Tropical Forest Conservation Act (TFCA).

"Kita semua menyadari bahwa hutan Indonesia menghadapi tekanan yang sangat besar dari dalam negeri dan global, disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi di sini dan krisis ekonomi luar negeri," kata kedutaan AS bertindak wakil ketua misi James Carouso.

Kesepakatan ini akan difokuskan pada tiga daerah di Kalimantan: Kabupaten Berau dan Kutai Barat di Kalimantan Timur dan Kapuas Hulu di Kalimantan Barat. Hutan hujan di Kalimantan adalah rumah orangutan Borneo (Pongo pygmaeus), Sunda macan tutul (Neofelis diardi), bekantan (Nasalis larvatus), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), dan gajah kerdil (Elephas maximus borneensis) di antara puluhan ribu spesies lainnya, banyak diantaranya yang sudah tidak ditemukan lagi di tempat lain dan banyak yang terancam punah.

Deforestasi di Indonesia adalah nomor dua paling tinggi setelah Brasil. Beberapa dekade terakhir petakan-petakan luas hutan dan lahan gambut di Indonesia dihancurkan untuk pulp dan kertas, kelapa sawit, logging, dan pertambangan antara industri lainnya. Saat ini, hanya setengah hutan di Kalimantan tertinggal.

"Ini merupakan satu langkah maju yang penting dalam upaya untuk menyelamatkan salah satu ekosistem terkaya di dunia hutan dan memberikan keamanan ekonomi bagi jutaan orang yang bergantung pada hutan tersebut. Jika anda lihat dengan berbagai cara, ini adalah situasi menang untuk Indonesia-memungkinkan untuk digunakannya dana tersebut untuk melindungi keanekaragaman hayati global yang spektakuler di Jantung Borneo dan memerangi perubahan iklim, "kata Tom Dillon, Wakil Presiden Senior untuk Program Lapangan di WWF di AS, dalam siaran pers. WWF bersama dengan Nature Conservancy mendukung kesepakatan tersebut dengan menyumbangkan masing-masing 2.000.000 dollar Amerika.

Kesepakatan tersebut muncul setelah perjanjian serupa dengan Amerika Serikat pada tahun 2009, yang memaafkan 30 juta dollar Amerika utang untuk melindungi hutan di seluruh Sumatera. AS bukan satu-satunya negara yang bekerja untuk membendung deforestasi yang sangat menkhawatirkan di Indonesia. Tahun lalu Norwegia mengumumkan akan memberikan Indonesia 1 milyar dolar Amerika untuk mengurangi hilangnya hutan.

Pemerintah Indonesia telah berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 41 persen-lebih dari 60 persen emisi Indonesia berasal dari deforestasi dan penghancuran lahan gambut kaya karbon.

Ketika Hutan Aceh Diagunkan

Mata Ibrahim terbelalak. Sejurus kemudian, lelaki berkulit gelap itu memandang hutan di depannya dengan tatapan kosong. Penjaga hutan Ulu Masen itu setengah tak percaya ketika Gatra mengajukan rentetan pertanyaan mengenai isu hutan Aceh yang diperdagangkan. Ia pun terdiam seperti menyimpan perasaan kesal.
“Saya hanya tahu bagaimana menjaga hutan dengan baik dan tidak memburu binatang yang ada di dalamnya. Tapi, kalau ada orang-orang yang memanfaatkan hutan kami, saya tidak paham,” ujar pria 45 tahun warga Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, itu.
Ibrahim juga tak paham, mengapa Carbon Conservation, perusahaan broker karbon asal Australia, menjadikan hutan Aceh sebagai agunan. Ia juga tak mengerti, ada apa di balik skenario perdagangan karbon hutan Ulu Masen, Aceh, yang kini dia jaga kelestariannya itu. Yang ia pahami, menjaga hutan adalah kewajiban setiap warga. Hutan terjaga, maka jauh dari bencana. Hutan yang lestari juga menjadi aset bagi anak-cucu kelak.
Sang penjaga hutan itu tak tahu bahwa Pemerintah Aceh menjalin perjanjian kerja sama pemasaran dan penjualan karbon kredit hutan Aceh dengan Carbon Conservation. Dalam perjanjian yang diteken pada Juli 2008, Carbon Conservation mendapat hak eksklusif untuk pemasaran dan penjualan karbon kredit hutan Aceh pada Blok Ulu Masen seluas 700.000 hektare, hampir seluas Kepulauan Riau. Area itu meliputi lima kabupaten, yakni Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar, Pidie, dan Pidie Jaya.
Belakangan, Koordinator Nasional Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, menuding bahwa perjanjian itu dijadikan aset oleh Carbon Conservation dalam bertransaksi saham dengan East Asia Minerals Corporation, perusahaan tambang emas Kanada yang mengeksplorasi emas di hutan Aceh. Menurut dia, dalam siaran pers yang diterbitkan East Asia Minerals Corporation tertanggal 3 Mei 2011 (waktu Kanada), perusahaan yang tercatat di Toronto Stock Exchange itu menyatakan bahwa mereka akan membayar tunai US$ 500.000 dan menerbitkan 2,5 juta lembar saham untuk Carbon Conservation.
“Skema transaksi saham itu sama saja dengan menggadaikan hutan Aceh,” kata Vanda Mutia Dewi. Pasalnya, East Asia Minerals Corporation memiliki kepentingan bisnis tambang emas di hutan Aceh (Miwah Project). Di lain pihak, Carbon Conservation memiliki hak eksklusif dari Gubernur Aceh untuk menjual dan memasarkan karbon kredit dari hutan Aceh pada Blok Ulu Masen tersebut. Nah, motif transaksi saham itu dituding untuk kepentingan bisnis East Asia Minerals Corporation dan Carbon Conservation. “Ini jelas mengandung konflik kepentingan,” ia menandaskan.
Dalam siaran pers East Asia Minerals Corporation disebutkan, melalui transaksi sahamnya dengan Carbon Conservation, East Asia Minerals Corporation akan mengembangkan suatu “green mining project”, yakni pertambangan emas yang ramah lingkungan. Disebutkan pula bahwa East Asia Minerals Corporation akan mengembangkan “green brand” untuk bisnis tambang emasnya di Miwah Project.
Maklum, pada saat ini para pelaku bisnis perhiasan skala besar dunia melakukan boikot terhadap emas yang diambil dari pertambangan yang tidak ramah lingkungan atau mengambil emas dari kawasan yang sensitif secara lingkungan. “Sementara itu, hutan lindung di Aceh tergolong kawasan-kawasan yang sensitif secara lingkungan,” ujar Vanda.
Vanda menyatakan, Greenomics telah melakukan konfirmasi mengenai hal itu kepada Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Pada saat itu, gubernur menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi apa pun terkait operasi East Asia Minerals Corporation di Aceh. Karena itu, Vanda menilai, perjanjian kerja sama antara Carbon Conservation dan Pemerintah Aceh itu harus dibatalkan karena cacat hukum.
Seluruh aktivitas pemanfaatan hutan, termasuk perdagangan karbon, harus dalam bentuk perizinan, bukan perjanjian. Apalagi, dalam perjanjian itu disebutkan, jika terjadi permasalahan (dispute),penyelesaiannya dilakukan melalui Arbitrase Internasional.
Karena itu, jika mau melibatkan diri dalam perdagangan karbon, menurut Vanda, Carbon Conservation harus berbadan hukum Indonesia dan memohon izin pemanfaatan jasa lingkungan. Jika kawasan hutan yang dimohonkan izin pemanfaatan jasa lingkungan itu berada di satu wilayah kabupaten, maka bupatilah yang memberikan izin. Jika lintas kabupaten, gubernurlah yang memberikan izin.
***
Belakangan ini, Aceh menjadi sorotan dunia karena menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menjalankan carbon trading (perdagangan karbon). Ini bisa dimaklumi, sebab Aceh memiliki tutupan hutan yang cukup lebat dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Nah, tutupan hutan yang dilestarikan itu diklaim ke pasar karbon.
Namun mekanisme perdagangan karbon untuk hutan Aceh tidak segampang membalik telapak tangan. Selain menunggu berakhirnya Protokol Kyoto pada 2012, mekanismenya juga belum diatur secara detail.
Meski dihadapkan pada beberapa kendala, tahun lalu Gubernur Irwandi Yusuf nekat meneken kesepakatan anti-deforestasi lokal dan mendukung mekanisme perdagangan karbon internasional. Menurut Irwandi, pihaknya menyediakan “septic-tank” bagi negara-negara penghasil karbon.
Karena itu, pengorbanan rakyat Aceh untuk menyelamatkan warga dunia itu patut dihargai. Negara-negara industri maju perlu membayar untuk upaya pelestarian hutan di Aceh ini. Mekanisme yang disebut perdagangan karbon itu dipercaya dapat memperbaiki suhu bumi yang telah mencairkan gugusan gunung es di Kutub Utara dan Selatan.
Agenda jeda tebang hutan Aceh kemudian diapresiasi banyak pihak. Setidaknya, hutan Aceh dapat terjaga. Tapi suara miring bahwa ada organisasi non-pemerintah (ornop) yang meraup untung besar dari praktek mekanisme perdagangan karbon hutan Aceh juga menjadi perbincangan hangat di Aceh.
***
Gubernur Irwandi Yusuf mengaku kaget atas kabar yang beredar bahwa hutan Aceh telah diagunkan. Ia menegaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi apa pun terkait operasi East Asia Minerals Corporation di Aceh. Menurut Irwandi, tindakan Carbon Conservation itu juga dinilai sebagai pelecehan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Hasbi Abdullah, pun tegas menolak transaksi saham antara Carbon Conservation dan East Asia Minerals Corporation yang melibatkan hutan Aceh tersebut. Ia juga menyatakanakan meninjau kembali perjanjian kerja sama yang telah memberikan hak eksklusif kepada Carbon Conservation tersebut.
Menurut Hasbi, silang sengkarut soal penjualan karbon di Aceh itu diharapkan segera diatasi. Pemerintah Aceh dan DPRA perlu menetapkan mekanisme hukum yang sahih, yang mengatur pemanfaatan hutan dan lingkungan di Aceh.
Seperti janji gubernur, warga Aceh berharap segala hasil pemanfaatan hutan Aceh berujung kesejahteraan rakyat. Terutama bagi mereka yang selama ini menggantungkan hidup pada hutan. Termasuk untuk para penjaga hutan seperti Ibrahim.

Melindungi Hutan Aceh

SEBAGAIMANA Provinsi lain di Indonesia, pemerintah Aceh tampaknya harus terus bergulat untuk memperbaiki pengelolaan sumberdaya hutan yang kemampuannya terus menurun. Terlepas dari upaya-upaya yang akan dan telah dilakukan, Aceh masih menghadapi masalah-masalah nyata menyangkut ekosistem hutan primer dan sekunder yang berada di bawah ancaman luar biasa baik oleh industri-industri besar, para pengusaha kayu, para mafia dan oknum pembalakan kayu maupun berbagai ulah sebagian kecil masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya hutan.
Secara ekologis, hutan Aceh mempunyai keanekaragaman ekosistem yang sangat kaya dengan berbagai keanekaragaman hayati yang yang dapat ditemuai di Taman Nasional Gunung Leuser. Dengan kondisi ini Taman Nasional Gunung Leuser ditetapkan oleh UNESCO sebagai World Heritage. Selain Gunung Leuser, semua kawasan lindung di Aceh dan hutan Aceh pada umumnya menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat kaya, baik tumbuhan maupun hewan. Di samping itu, hutan Aceh khususnya kawasan ekosistem Leuser diyakini menjadi areal penyerapan debu dan karbon yang cukup besar sehingga keberadaannya sangat berkontribusi dalam mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim. (Saodah Lubis, 2006).
Implikasi penting bagi pelestarian hutan Aceh saat ini adalah pergeseran alasan pengundulan hutan akibat alasan kemiskinan ke alasan perusahaan. Modus dari perusakan hutan di era ini akan berubah. Orang-orang miskin di desa tidak lagi dominan sebagai pelaku perusakan hutan, pengundulan hutan secara substansial digerakkan oleh industri-industri besar dan globalisasi ekonomi, melalui penambangan timah hitam, bijih besi, emas, kapur dan bahan baku semen, dan eksploitasi mencari material-material bernilai tinggi lainnya yang menjadi sebab-sebab mengerikan dari hancurnya hutan Aceh. (Afrizal Akmal, 2009).
Laporan terakhir yang disampaikan oleh Yayasan Leuser Internasional menyebutkan bahwa hasil perhitungan dan telaahan berdasarkan analisis Sistem Informasi Geografis Citra Landsat ETM+ tahun 2006-2009 menunjukkan bahwa kerusakan hutan Aceh mencapai sekitar 92.600 ha, di mana 34 persennya atau 31.280 berada pada kawasan hutan lindung, meskipun kemudian dibantah bahwa kerusakan bukan berada pada kawasan hutan lindung, melainkan pada kawasan hutan dengan alasan yang tidak begitu jelas (Serambi Indonesia, 18/02/2011 dan 19/02/2011).
Jika ditarik lebih jauh, kebijakan moratorium logging diambil karena hutan Aceh berada pada posisi yang cukup mengkhawatirkan, setiap harinya kita kehilangan hutan dua kali lipat luas lapangan sepakbola atau setara 20.796 per tahunnya, laju kerusakan ini salah satunya dipicu oleh aktivitas illegal logging yang terus terjadi, tahun 2006 tertangkap 120.209,50 meter kubik kayu sitaan dari hasil illegal logging, angka ini mengalami kenaikan empat kali lipat dari tahun sebelumnya sekitar 33.249,25 meter kubik. Padahal angka kayu sitaan tersebut jika ditaksir hanya sekitar 2% dari total tebangan ilegal yang terjadi di hutan Aceh. Kerusakan hutan akan menimbulkan multiplier effect, salah satunya adalah bencana banjir dan tanah longsor, lihat saja angka statistik kerugian akibat banjir dan longsor. Jumlah kejadian atau intensitas banjir juga mengalami kenaikan dari tahun 2005, yaitu dari 30 kejadian menjadi 39 kejadian pada tahun 2006, atau rata-rata tiap bulannya terjadi 3-4 kali bencana banjir dan longsor.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dampak kerugian banjir dan longsor cukup menguras Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Aceh (APBA), banjir pada tahun 1996 menimbulkan kerugian Rp 174 miliar, tahun 2000 kerugian akibat banjir menembus angka Rp 800 miliar, dan tahun 2006 banjir tamiang menyebabkan kerugian Rp 2 triliun, jika dibandingkan dengan pendapatan akumulasi dari sektor kehutanan terhadap PDRB Aceh selama tahun 1993-2001 hanya sekitar Rp 362 milyar atau rata-rata sekitar Rp 45 miliar per tahun. Anggaran APBA tahun 2007 sebesar kurang lebih Rp 19 triliun, termasuk anggaran rekonstruksi Rp 9,7 triliun, maka anggaran bersih yang diterima Pemerintah Aceh kurang lebih Rp 10 triliun, jika kemudian harus menutupi tekor banjir tamiang Rp 2 triliun, artinya 20% anggaran Aceh tahun 2007 praktis hanya digunakan untuk recovery banjir dan longsor.
Berbagai organisasi melaporkan kejadian penebangan liar, tetapi sebagian besar dari mereka tidak punya kemampuan untuk mengambil tindakan nyata. Berbagai workshop telah diadakan oleh berbagai lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat lokal maupun lembaga-lembaga pemerintah untuk membahas isu ini dan menyusun paper rencana tindakan serta usulan kebijakan. Kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun, ini merupakan tantangan serius yang sedang dihadapi dunia.
Penyebab utamanya adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat kelemahan kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Perjuangan untuk melestarikan lingkungan pun hanya didukung sekelompok kecil kelas menengah yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Seperti kelompok-kelompok peduli lingkungan, organisasi non-pemerintah, individu yang aktif dalam pelestarian lingkungan dan kritis terhadap kebijakan- kebijakan yang merugikan lingkungan, serta kalangan akademisi.
Semestinya, pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik primer. Pemerintah perlu memiliki kemampuan ketataprajaan di bidang lingkungan hidup (good environmental governance), agar mampu menjawab tantangan dari masyarakat yang sudah diberdayakan. Kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup telah digulirkan, misalnya program untuk mitigasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan melalui skema Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi hutan (REDD). Ini pun masih harus ditelaah kembali, apakah mampu memberikan dampak positif bagi masyakat dan lingkungan itu sendiri. Untuk itu pemerintah Aceh perlu segera mengevaluasi serta merumuskan ulang berbagai strategi dan kebijakan terkait perlindungan dan penyelamatan hutan Aceh, sehingga benar-benar dapat dimplementasikan secara baik dan nyata. Semoga cita-cita pemerintah Aceh dan kita semua untuk mewujudkan hutan lestari yang mensejahterakan masyarakat bukan hanya sekadar bualan dan mimpi indah belaka.

Pelestarian Hutan: Pelibatan Masyarakat Adat Minim

BANDA ACEH,Krisis kehutanan yang terjadi Aceh, salah satunya karena sangat kurangnya pelibatan masyarakat pemangku adat dalam langkah pelestarian. Pemerintah dinilai lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal yang cenderung eksploitatif dalam mengelola hutan Aceh.
Demikian pemikiran yang berkembang dalam acara seminar lingkungan yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Canniva Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, di Banda Aceh, Selasa (10/5).
Dalam seminar itu hadir sebagai pembicara staf pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Unsyiah, Monalisa, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, TM Zulfikar, Ketua Forum Mukim Aceh Besar, Nasrudin, dan Wakil Gubernur Aceh M Nazar yang diwakili Kepala Biro Perekonomian Provinsi Aceh, T Sofyan.
Monalisa mengungkapkan, hampir pada semua tahapan pelestarian hutan yakni mulai dari penyuluhan dan langkah pelestarian, masyarakat adat tak dilibatkan. Kalaupun ada, tak ada pemuka adat yang jadi tokoh utama. Padahal, dalam struktur sosio kultural masyarakat Aceh, pemuka adat mempunyai peran penting dalam berinteraksi dengan alam.
Kondisi tersebut, lanjut Monalisa, terjadi karena minimnya komunikasi pemuka adat dengan pemerintah, serta beberapa mitra lainnya dalam pelestarian hutan. Hambatan lainnya adalah soal kelembagaan sosial.
"Ada sosialisasi, namun disampaikan dalam bahasa yang tak dimengerti pemuka adat. Ada juga keengganan dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, karena sering lamban untuk menindaklanjuti. Sejumlah isu lingkungan seperti moratorium logging, pemanfaatan karbon (REDD), dan hutan masyarakat adalah isu lingkungan yang tak pernah dimengerti," kata Monalisa.
Menurut Zulfikar, kebijakan pemerintah dalam soal kehutanan selama ini tak berdampak pada terciptanya kelestarian, karena di sisi lain praktik eksploitasi kawasan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan penebangan cenderung dibiarkan. Bahkan, pemerintah pusat maupun daerah masih saja mengeluarkan izin pertambangan di Aceh.
"Pemerintah kita sepertinya cukup puas mendapat keuntungan yang tak lebih dari 10 persen, bahkan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang berdalih investasi. Pendapatan dari sektor pertambangan hanya 3-4 persen, jauh lebih kecil dibandingkan dengan kerusakan yang dialami hutan kita," ujar Zulfikar.
"Masyarakat sekitar hutan hanya jadi penonton. Hutan sekitar mereka dijarah namun mereka tetap miskin," tambahnya.
Minimnya pelibatan itu, membuat masyarakat pun enggan menjaga hutan dari perambahan besar-besaran. Konflik lahan kehutanan pun menjadi sangat sering terjadi di wilayah Aceh, khususnya antara masyarakat pemangku adat dengan perusahaan perkebunan ataupun pertambangan.
Nasrudin mengungkapkan, sebagai bagian dari masyarakat adat, sampai saat ini nyaris tak ada pelibatan kepala mukim dalam pelestarian hutan. Istilah-istilah semacam REDD, moratorium, pun tak pernah dijelaskan tuntas dan apa manfaat yang didapat.
Kami sebagai pemangku adat terus terang tak mengerti dengan langkah pemerintah mengurusi hutan. Pemerintah hanya sibuk menarik investor. Tapi, yang masuk ternyata investor pertambangan yang bisanya mengeksploitasi hutan," kata Nasrudin.
Sementara M Nazar mengatakan, sebenarnya dalam upaya pelestarian kehutanan di Aceh, pelibatan peran masyarakat adat sudah diupayakan. Ini seperti diatur dalam Qanun 10 Tahun 2008, yang mengatur fungsi dan jabatan serta struktur masyarakat adat dalam mengurusi sumber daya alam.
"Misalnya, Panglima Laot bertugas memimpin persekutuan adat di laut. Panglima Uteun menjalankan fungsi menegakkan norma adapt yang berkaitan dengan etika memasuki dan mengelola hutan adap," ujarnya.

Pelestarian Hutan Aceh Jangan Jargon Semata

Banda Aceh - Laju deforestasi hutan Indonesia 1,125 juta hektar per tahun dan kerugian negara akibat Illegal Loging Rp.30 triliun/US$ 3,3 milyar pertahun. Demikian disampaikan dalam  Workshop bertema, " Perlindungan dan Penyelamatan Hutan Aceh menuju Hutan Lestari dan Mensejahterakan Masyarakat", Senin (28/02) di Hotel Kuala Radja, Banda Aceh.
Ir. Saminuddin B. Tou, M.Si dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh, memaparkan paper berjudul Strategi Perlindungan Hutan Aceh, antara lain menyampaikan pemerintah telah melakukan pemantapan kawasan hutan yang meliputi percepatan penataan batas kawasan hutan, rekonstruksi batas kawasan hutan, pemasangan titik kontrol permanen batas kawasan hutan, pemasangan tanda peringatan batas kawasan hutan serta penatagunaan kawasan hutan dalam RT/RW.
Untuk meningkatkan kapasitas dilakukan pembangunan kelembagaan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Antara lain Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
"Serta optimalisasi aneka fungsi Hutan serta penegakan Hukum, " jelasnya.
Muhammad Teguh Surya, mewakili Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional menyampaikan hasil temuan, antara lain, " fakta Bussines as Usual sektor kehutanan meliputi, laju deforestasi terkini 1,125 juta Ha per tahun, luas hutan produksi yang bisa dikonversi 8,9 juta Ha dimana 4,7 jt ha sudah dilepas 2.4 jt Ha sudah diberikan Hak Guna Usaha (HGU) penghancuran lahan gambut sampai dengan 2006 sebesar 16.305.876 jt ha, serta ijin-ijin yang  dikeluarkan terkait sektor kehutanan, 32 kasus pada tahun 2010 juga banyak diindikasikan illegal," ungkapnya.
Teguh menambahkan, " Menurut Menteri Kehutanan, selain kerugian negara sebesar 30 triliun/US$ 3,3 milyar pertahun akibat Illegal loging. Sedangkan Bank Dunia menaksir 3,5 milyar (B.Prijosusilo, 21 Juli 2007) serta Environmental Investigation Agency (EIA) melansir 4 Milyar US$ pertahun. Juga terdapat 15 modus operandi terkait kasus illegal loging antara lain: penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian izin, izin tidak sesuai peruntukannya, suap dan gratifikasi terhadap pejabat pusat/daerah atas izin yang diterbitkan, fasilitas Mobil Operasional pihak penegak hukum dari perusahaan, pejabat diberikan saham gratis di perusahaan, penerbitan SK oleh Bupati tanpa Amdal, Praktek Cuci Mangkok ( menebang diluar blok tebangan-red)," jelasnya.
Peranan Masyarakat Gampong-Mukim dalam mempertahankan Hak atas Sumber Daya Alam dan Penyelamatan Hutan untuk Kesejahteraan bersama, menjadi isu utama yang dibawakan oleh Imueum Mukim Siem Kabupaten Aceh Besar Asnawi Zainun.
Ia menyebutkan, " Hutan bagi masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, namun peran masyarakat dalam penyelamatan hutan sekarang ini, belum optimal, masih menjadi objek bukan subjek (sebagai pekerja) serta belum ikut dalam proses pembuatan kebijakan dan keputusan," ucapnya.

Kamis, 05 Januari 2012

CARA MEMBUAT POST BERJALAN

Cara membuatnya sangatlah mudah untuk jelasnya ikuti langkah dibawah ini :


·         1. Login dulu ke Akun Blogspot anda

·         2. Lalu pada halaman Dasbord Pilih dan Klik Rancangan


·         3. Setelah terbuka Laman rancangan Klik Tambah Gadget

 
 ·         4. Lalu pilih Widget HTML/JavaScript


·         5. Copy script berikut :
 
 
<center><table border="2" cellpadding="7"><tbody><tr><td><center><style type="text/css">
#rp_plus_img{height:280px;overflow:hidden;border:solid 0px #000000;padding:6px 10px 14px 5px;background-color:transparent;}
#rp_plus_img ul{list-style-type:none;margin:0;padding:0}
#rp_plus_img li{border:1px; margin:0; padding:0; list-style:none;}
#rp_plus_img li{height:85px;padding:0px;list-style:none;}
#rp_plus_img a{color: #000000;}
#rp_plus_img .news-title{display:block;font-size:14px;font-weight:bold !important;color:#000000;text-align:left;}
#rp_plus_img .news-text{display:block;font-size:12px;font-weight:normal !important;color:#DF0101;text-align:justify;}
#rp_plus_img img{float:left;margin-right:14px;padding:4px;border:solid 1px #DF0101;width:95px;height:55px;}
</style>
<script src="http://ajax.googleapis.com/ajax/libs/jquery/1.4.2/jquery.min.js" type="text/javascript">
</script>
<script src="https://sites.google.com/site/bloggerbugis/js/RergerakBB4U%282%29.js" type="text/javascript">
</script>
<script type="text/javascript">
var speed = 1000;
var pause = 3500;
$(document).ready(function(){
rpnewsticker();
interval = setInterval(rpnewsticker, pause);
});
</script>
<ul id="rp_plus_img"><script>
var numposts = 20;
var numchars = 45;
</script> <script src="http://blogger-bugis.blogspot.com/feeds/posts/default?orderby=published&amp;alt=json-in-script&amp;callback=rpthumbnt">
</script> </ul>
</center></td></tr></tbody></table></center>

·         6. Terakhir klik SAVE

Cara Memasang Widget Alexa di Blog

dan Berikut Cara Memasang Widget Alexa di Blog
1.Login Terlebih Dulu Ke Alexa
2.Kemudian Klik Menu Site Tool - alexa widget atau biar cepat Klik aja di SINI
3.Masukkan Alamat Blog Sobat Pada Kolom yang Tersedia Misal : http://m-wali.blogspot.com/
dan Klik Build Widget
4.Nah Copykan Kode HTML yang Tertera di Sana
5.mau di Jelaskan Juga cara pasang Ke Blog? yup  masuk dasbor-Rancangan-Edit HTML-dan tambah/Add Widget.
Gampang Bukan, Selamat mencoba

Menjaga Hutan Bali dengan Awig Awig

Mau Tau Lebih Lengkap Klik Disini.
Secara keseluruhan luas hutan di Bali berdasarkan catatan Dinas Kehutanan Bali mencapai 130 ribu hektar yang terbagi dalam 3 Kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yaitu KPH Bali Barat, KPH Bali Tengah dan KPH Bali Timur. Sedangkan kasus pencurian kayu hutan rata-rata mencapai 45 kasus pertahun.
Sebagai upaya menjaga klestarian hutan, Dinas Kehutanan Bali menargetkan dalam 10 tahun kedepan seluruh desa di sekitar kawasan hutan di Bali telah mengadopsi upaya pelestarian hutan dalam awig-awig (aturan adat). Berdasarkan inventarisasi Dinas Kehutanan Bali di Bali terdapat sekitar 300 desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan hutan.
Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan Bali Made Gunanja menyatakan,  adopsi konsep kelestarian hutan dalam awig-awig bertujuan untuk melibatkan masyarakat desa dalam menjaga kelestarian hutan. Selain itu untuk membangun hutan lestari berbasis pemberdayaan masyarakat.
Gunanja mengungkapkan, pengembangan awig-awig yang mengadopsi konsep kehutanan juga bertujuan mengurangi intervensi masyarakat terhadap hutan.
Dia menambahkanm Dinas Kehutanan Bali juga sedang merancang pembentukan Pecalang Kehutanan yang dikembangkan di setiap desa di sekitar hutan. Hal ini untuk membantu polisi kehutanan menjaga wilayah hutan. Saat ini di Bali terdapat sekitar 118 orang polisi kehutanan. Padahal berdasarkan Kriteria luasan hutan Bali memerlukan sekitar 400 orang polisi kehutanan.
Selain itu, Bali juga hanya memiliki satu petugas penyidik kehutanan. Gunanja mengakui selain mengalami keterbatasan sumber daya manusia, Polisi Kehutanan Bali juga mengalami keterbatasan fasilitas, sehingga kurang optimal dalam pelaksanaan tugas.
”Selain mengalami kekurangan sumber daya manusia dan peralatan, disisi lain kita tidak menyerah sampai disitu. Upaya yang kita kembangkan adalah melibatkan desa pekraman,” kata Gunanja. bersambu

Hutan Tanam Untuk Rakyat

Tanam Untuk Rakyat donwload disini.

Usaha, Cara & Metode Pelestarian Hutan Agar Tidak Gundul

Berikut di bawah ini adalah teknik dan cara yang dapat digunakan untuk menjaga hutan kita tetap terjaga dari tangan-tangan perusak jahat. Perambahan hutan tanpa perencanaan dan etika untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sangatlah berbahaya karena dapat merusak alam dan habitat serta komunitas hewan yang ada di dalamnya.
1. Mencegah cara ladang berpindah / Perladangan Berpindah-pindah
Terkadang para petani tidak mau pusing mengenai kesuburan tanah. Mereka akan mencari lahan pertanian baru ketika tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi tanpa adanya tanggung jawab membiarkan ladang terbengkalai dan tandus. Sebaiknya lahan pertanian dibuat menetap dengan menggunakan pupuk untuk menyuburkan tanah yang sudah tidak produktif lagi.
2. Waspada-Waspadalah & Hati-Hati Terhadap Api
Hindari membakar sampah, membuang puntung rokok, membuat api unggun, membakar semak, membuang obor, dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Jika menyalakan api di dekat atau di dalam hutan harus diawasi dan dipantau agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk. Kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan di sekitar lokasi kebakaran dan juga tempat yang jauh sekalipun jika asap terbawa angin kencang.

mau tau lebih lengkap klik link disini.

Pada Kabupaten Pamekasan khususnya sector kehutanan ini sangat minim sekali yang mana produktivitas kehutanan yang ada dengan luas kawasan kehutanan (hutan rakyat) keseluruhan ± 1.258 Ha yang tersebar pada beberapa kecamatan yang merupakan hutan produktif di kecamatan Tlanakan (338 Ha), Batumarmar (94 Ha), dan Waru (219 Ha). Sedangkan untuk hutan lindung di kecamatan Pademawu (238 Ha) dan Galis (363 Ha). Sehingga pemerintah Kabupaten Pamekasan berupaya menjaga dan mempertahankan kelestarian ekosistem yang ada pada hutan.

Si bongkok di bakau madura

Si bongkok di bakau madura klik disni.

UDANG memang sedang turun harganya, tapi di matanya masih ada kilau dolar. Tak heran bila banyak tambak baru dibikin. Seperti di pantai barat Pulau Madura, misalnya di Kecamatan Bangkalan, Kecamatan Sabian. Sedang di timur, tambak udang itu berserak di Kecamatan Klampis Kecamatan Sepulu, hingga Kecamatan Tanjung Bumi. Ada contoh di Desa Klampis Timur, yang hanya sekitar 20 meter dari jalan raya. Baru dua bulan ini tambak sekitar 10 hektar itu diisi benur. Di situ tampak anak-anak bermain rakit seraya menjaring udang-udang kecil. Penjagaan tambak baru ini belum ketat. Malah, gundukan tanah penggalian masih pula menumpuk di pinggiran. Dan yang mencolok adalah sisa tanaman bakau. Soal itulah yang kini bikin masalah. Kelestarian hutan bakau yang ratusan hektar di pantai barat Madura itu terancam. Hutan yang sebagian dikuasai Perhutani itu justru turut dibabat, lalu arealnya diubah untuk tambak udang. "Kasusnya sudah dijelaskan kepada Pemda Bangkalan. Kini persoalannya ditangani mereka," kata S. Soeprijono. Sebenarnya, Asisten Kesatuan Pemangku Hutan Madura Barat Perum Perhutani itu bagai patah arang. Ia tak mau lagi berpanjang kalam. Gawat? Kata Abdul Kadir, Bupati Bangkalan, tak benar ada hutan bakau dibabat di pantai barat Madura. "Dan tak sejengkal pun tanah Perhutani dijadikan tambak oleh investor," ujarnya. Ia sudah memaklumi Soeprijono mengklaim dan menyatakan 100 hektar hutan bakau milik Perhutani diolah untuk memelihara si bongkok yang berbau dolar itu. Kemudian pada 23 Mei silam, Soeprijono melayangkan surat pada bupati. Isinya masih soal tadi. Kadir tetap membantah. Tapi di suratnya itu Soeprijono juga menjelaskan, dari pengamatan sejak April 1987, sekitar 28 hektar hutan pantai (bukan hutan bakau) disikat penduduk untuk digali buat tambak udang. Hingga Januari lalu, hutan pantai yang dijadikan tambak itu sudah 100 hektar. Sebaliknya, ucap Kadir, tambak yang di tanah tersebut memang milik rakyat. Maka, ia tak percaya bahwa ada bakau yang sengaja digusur. "Itu bukan hutan bakau. Yang benar, dulunya rawa yang tidak produktif, kemudian dijadikan tambak," tambahnya. Di samping itu, kalaupun ada pihak ketiga, masih kata Kadir, mereka hanya membantu menangani tambak itu biar intensif. Dia menjelaskan, memang ada 15 pengusaha yang mendatanginya, minta izin bikin tambak. Tapi baru satu perusahaan yang membuat Penyajian Informasi Lingkungan. Sedang yang lain sedang dalam proses, makanya mengolah tanah saja justru belum diperkenankan. Trimarjono Wakil Gubernur Ja-Tim, mengatakan bahwa izin buka tambak udang itu wewenang Pemda Tingkat I. Bila ada dari Pemda Tingkat II, itu bukan izin namanya. "Itu rekomendasi," kata "pendekar" lingkungan hidup di Ja-Tim itu. Lagi pula, untuk mengantungi izin, pemohonnya harus punya studi kelayakan. Ini supaya jelas: budidaya udang merusak lingkungan atau tidak. Tapi ada cara yang baik untuk bikin tambak udang. Menurut M. Lugito, buat dulu hutan bakau agak ke tengah. Setelah setahun tumbuh, barulah bakau di pinggirnya dibabat untuk tambak udang. Cara itu pada 1980-an diterapkan petani di pesisir Pasuruan. Pada 1985 mereka memperoleh penghargaan Kalpataru. Dengan demikian, fungsi bakau tidak punah. "Model itu bisa dijadikan teladan," kata Lugito. Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA Unair Surabaya itu mengatakan, secara ekologis akar bakau itu bisa menahan deburan ombak yang menyebahkan erosi. Dan hutan pantai juga mengatur keseimbangan kadar garam secara alami, sesuai dengan binatang yang hidup di situ. Perairan hutan bakau lazimnya jadi tempat hidup dan berlindungnya berbagai larva ikan. Juga udang. Hanya bukan semua pengusaha mau memelihara sumber daya alam. Karena itu, Mannas K. Sulaiman, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat, terpaksa menyita kayu bakau yang dibabat PT Solok Indah Utama dari 5 hektar hutan bakau. Pekerjaannya itu dikontrakkan pada sebuah perusahaan di Kalimantan. Kayunya mau diekspor. Padahal, perusahaan ini belum melengkapi surat izinnya. Semula pimpinan perusahaan tersebut mau bikin tambak udang. Usulannya kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) mencakup 2 ribu hektar, tapi yang diizinkan hanya 200 hektar. Ternyata, tambak itu tak ada, melainkan hutan bakaulah yang dirusak. Dan kayunya yang akan diekspor itu sampai sekarang masih disita di Air Bangis. "Biarkan numpuk dan membusuk di situ, sampai bakau mudanya tumbuh lagi," tutur Mannas kepada Elprisdat dari TEMPO. Lain di Ja-Tim. Wakil Gubernur Trimarjono sudah siap mengirim tim ke pantai barat Madura. "Kami mencari kejelasan status tanah yang sudah dijadikan tambak itu," katanya. Baginya, juga masih kabur, hutan bakau itu sebenarnya di bawah naungan siapa. Nah, itulah yang bikin perkara.

Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia

Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85%. klik disini.

Jawa Timur berbatasan dengan laut

Jawa Timur berbatasan dengan laut nya klik disini.

cara donwload produk domiestik bruto

Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap klik disini Produk Domestik Bruto nasional.

Kecenderungan Pemanasan Global Terlihat Jelas

ANDA MAU TIPS CARA Kecenderungan Pemanasan Global Terlihat Jelas silaka donwload disini.
 
14,3 derajat Celcius. Itulah suhu udara rata-rata di bumi sepanjang tahun 2008. Menurut analisa para ahli iklim Inggris, tahun ini menduduki peringkat ke sepuluh tahun terpanas sejak 1850. Yang lebih penting lagi, sepuluh tahun terpanas dalam catatan sejarah itu semuanya ada pada jangka waktu 1997 sampai sekarang. Jadi jelas, saat ini memang sedang berlangsung proses pemanasan bumi.

Tahun terpanas di bumi tercatat tahun 1998 dengan suhu rata-rata 14,5 derajat Celcius. Pergerakan suhu bumi dari tahun ke tahun dalam skala kecil dipengaruhi oleh fenomena cuaca yang bertukar antara gelombang panas dan gelombang dingin.

Dalam istilah populer fenomena ini dikenal dengan sebutan gelombang El Nino untuk hawa panas, dan gelombang La Nina untuk hawa dingin.

Penghujung tahun 2008 ada fenomena hawa dingin La Nina. Jadi gejala pemanasan bumi sebenarnya masih teredam oleh fenomena itu. Bahkan 2008 adalah tahun terdingin selama 10 tahun terakhir. Tapi para ahli yakin, fase dingin ini akan segera berakhir. Seperti diungkapkan Peter Stott dari pusat penelitian iklim Hadley di Inggris: "Kemungkinan besar, satu sampai tiga tahun depan bumi makin hangat. Karena tidak ada lagi fenomena La Nina. Jadi suhu rata-rata bisa naik 0,2 persen setiap dekade."

Memang ada juga peneliti yang skeptis terhadap teori pemanasan bumi. Sebab menurut mereka, tahun 1998 tercatat sebagai tahun terpanas. Setelah itu ternyata suhu udara turun lagi. Dan suhu rata-rata bumi sekarang 0,2 derajat Celcius di bawah suhu tahun 1998. Jadi suhu bumi malah mendingin.

Peneliti iklim Phil Jones menerangkan, perkembangan suhu bumi harus dilihat dalam kecenderungan jangka panjangnya. "Memang tidak selalu suhu udara bumi lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Yang lebih penting adalah mengamati kecenderungan jangka panjang. Membandingkan dekade sekarang dengan dekade-dekade sebelumnya. Tahun 2000 sampai 2008, suhu rata-rata 0,2 derajat celcius lebih tinggi dari periode tahun 90-an. Dari situ saja terlihat, ada pemanasan global yang disebabkan oleh gas rumah kaca di atmosfir."

Suhu udara tahun 1998, yang sampai sekarang menjadi tahun terpanas sepanjang catatan sejarah, memang tidak bisa dijadikan patokan rata-rata. Sebab tahun 1998 ada fenomena gelombang panas, fenomena El Nino, yang sangat kuat. Peneliti iklim Inggris Phil Jones menerangkan lebih jauh: "Tahun-tahun El Nino memang tahun-tahun panas. Dan 1997/1998 ada gelombang El Nino terkuat selama abad 20. Itu sebabnya 1998 jadi tahun terpanas. Sekarang kita sedang mengalami fase dingin La Nina di Pasifik. Suhu rata-rata turun sedikit. Tapi secara keseluruhan, 10 tahun terakhir ini suhunya 0,2 derajat lebih panas daripada tahun 90-an. Dan 10 tahun terakhir adalah tahun-tahun terpanas."

Peduli Kelestarian Hutan

Hutan merupakan salah satu anugrah Tuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia.Hutan dapat menyimpan banyak air dan juga membantu sirkulasi dan metabolisme.hutan lestari
Namun kenyataannya banyak hutan yang dirusak oleh manusia itu sendiri tanapa mau bertanggung jawab.Ratusan hektar hutan di Indonesia telah rusak kelestariaanya.Pembabatan liar dan penebangan pohon tanpa disertai dengan penanaman kembali banyak terjadi sekarang ini.
hutan-ditebang
pohon-hutanSudahkan kita peduli dengan kelestarian Hutan kita?.Mari kita lihat bencana tanah longsor yang sering ditayangkan di televisi atau media.Efek dari perusakan hutan memang tidak seketika namun dalam waktu yanglama karena hutan tidak lagi berfungsi menyimpan air dan menahan tanah agar tidak longsor dan menyebabkan bencana bagi selueruh umat manusia.Kita merusak hutan dan hanya kita sendiri yang bisa menjawab pertanyaan tersebut!
Marilah kita mulai dari hal yang kecil untuk melestarikan hutan seperti program penghijauan kembali serta mencegah  penebangan dan pencurian kayu di hutan.

cara tes download

anda mau foto gokil foto imut,sweet, si pujaan hati silakan download disini

Usaha, Cara & Metode Pelestarian Hutan Agar Tidak Gundul dan Rusak Akibat Eksploitasi Berlebih Demi Melestarikan Lingkungan

Berikut di bawah ini adalah teknik dan cara yang dapat digunakan untuk menjaga hutan kita tetap terjaga dari tangan-tangan perusak jahat. Perambahan hutan tanpa perencanaan dan etika untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya sangatlah berbahaya karena dapat merusak alam dan habitat serta komunitas hewan yang ada di dalamnya.
1. Mencegah cara ladang berpindah / Perladangan Berpindah-pindah
Terkadang para petani tidak mau pusing mengenai kesuburan tanah. Mereka akan mencari lahan pertanian baru ketika tanah yang ditanami sudah tidak subur lagi tanpa adanya tanggung jawab membiarkan ladang terbengkalai dan tandus. Sebaiknya lahan pertanian dibuat menetap dengan menggunakan pupuk untuk menyuburkan tanah yang sudah tidak produktif lagi.
2. Waspada-Waspadalah & Hati-Hati Terhadap Api
Hindari membakar sampah, membuang puntung rokok, membuat api unggun, membakar semak, membuang obor, dan lain sebagainya yang dapat menyebabkan kebakaran hutan. Jika menyalakan api di dekat atau di dalam hutan harus diawasi dan dipantau agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk. Kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan di sekitar lokasi kebakaran dan juga tempat yang jauh sekalipun jika asap terbawa angin kencang.
3. Reboisasi Lahan Gundul dan Metode Tebang Pilih
Kombinasi kedua teknik adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh para pelilik sertifikan HPH atau Hak Pengelolaan Hutan. Para perusahaan penebang pohon harus memilih-milih pohon mana yang sudah cukup umur dan ukuran untuk ditebang. Setelah meneang satu pohon sebaiknya diikuti dengan penanaman kembali beberapa bibit pohon untuk menggantikan pohon yang ditebang tersebut. Lahan yang telah gundul dan rusak karena berbagai hal juga diusahakan dilaksanakan reboisasi untuk mengembalikan pepohonan dan tanaman yang telah hilang.
4. Menempatkan Penjaga Hutan / Polisi Kehutanan / Jagawana
Dengan menempatkan satuan pengaman hutan yang jujur dan menggunakan teknologi dan persenjataan lengkap diharapkan mempu menekan maraknya aksi pengrusakan hutan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bagi para pelaku kejahatan hutan diberikan sangsi yang tegas dan dihukum seberat-beratnya. Hutan adalah aset / harta suatu bangsa yang sangat berharga yang harus dipertahankan keberadaannya demi anak cucu di masa yang akan datang.

Warga Zakat Kopi Untuk Kelestarian Hutan

Waykanan, Lampung, 3/9 (ANTARA) - Warga Kampung Jukubatu, Kecamatan Banjit, Kabupaten Waykanan, Provinsi Lampung mengumpulkan zakat 2,5 persen dari hasil panen kopi mereka untuk pelestarian hutan Register 24 Bukitpunggur.

"Selain untuk pelestarian lingkungan hidup, zakat tersebut juga digunakan untuk membangun dan mengatasi kemiskinan di daerah itu," terang Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Waykanan, Mujiyanto.

Zakat 2,5 persen dari hasil kopi oleh masyarakat di kampung yang berbatasan dengan Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat tersebut berlangsung sejak 2008 sehubungan sebagian besar masyarakat daerah itu memiliki perkebunan kopi.

"Pemrakarsa zakat tersebut ialah Daruni, Kepala Kampung Jukubatu bersama Badan Perwakilan Kampung setempat," papar Mujiyanto seraya menjelaskan peraturan kampung tentang pembayaran zakat sebagai dasar penarikan sudah ada.

Selain sebagai kepala kampung, Daruni, pria kelahiran 7 Juni 1966 itu juga bergiat di Kelompok Tani Simpangrejang.

"Atas upayanya membentuk peraturan kampung yang mempunyai dampak bagi kelestarian lingkungan Daruni pernah kita usulkan untuk memperoleh penghargaan Kalpataru 2011 pada Provinsi Lampung," urai Mujiyanto.

Secara geografis, Kampung Jukubatu terletak pada ketinggian 389 kaki sekitar 04 derajat lintang selatan (LS) dan 104 derajat bujur timur (BT). Adapun dengan kawasan hutan Register 24 Bukitpunggur, kampung tersebut berjarak sekitar 3 kilometer.

"Mengajak masyarakat melakukan pengumpulan zakat sebesar 2,5 persen dari hasil panen kopi untuk pembangunan kampung dan pelestarian lingkungan hidup di hutan kawasan ialah upaya yang patut diapresiasi positif," tegas Mujiyanto.

Karena itu, imbuh dia, secara pribadi dan kelembagaan terima kasih kepada Daruni dan warga Jukubatu ialah kepantasan yang mutlak.

"Zakat kopi 2,5 persen tersebut tentu memiliki nilai, karena pemulihan kerusakan lingkungan ada dengan upaya itu sedikit banyak tentu terjadi, demikian juga dengan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, juga bisa tercapai," pungkasnya.

Hukum Adat Bali Mampu Pertahankan Kelestarian Hutan

Hukum adat Bali akan mampu mempertahankan kelestarian hutan yang masih tersisa di Pulau Dewata, jika pemerintah bersedia menyerahkan pengelolaannya kepada masyarakat adat setempat.

"Kami menjamin melalui penerapan hukum adat akan mampu melestarikan pengelolaan hutan yang masih tersisa. Proposal permohonan pengelolaan hutan kepada pemerintah sedang kami persiapkan," kata Ketua Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, Sabtu (26/1).
Ia mengungkapkan hal itu di sela-sela penanaman 1.000 bibit bakau bantuan Telkomsel di Pulau Serangan. Pulau di tenggara Denpasar seluas 110 hektar itu sekitar tahun 1990 direklamasi menjadi 481 hektar, namun kemudian kondisi hutan bakaunya rusak dan keadaannya kini terlantar.
Ngurah Sudiana mengaku prihatin melihat kondisi hutan-hutan di Pulau Dewata, termasuk kawasan Pulau Serangan yang telah menyatu dengan daratan Pulau Bali, sehingga PHDI tergerak untuk mengajukan usulan pengelolaan hutan oleh masyarakat adat.
"Kerusakan hutan oleh penebangan liar maupun atas nama pembangunan, seperti melalui reklamasi pantai, harus dihentikan. Kerusakan Pulau Bali sudah mengkhawatirkan. Setiap musim hujan jadi banjir, sementara perambahan hutan dan areal lainnya untuk pembangunan fasilitas pariwisata tambah marak," katanya.
Selain akan berupaya memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengalihkan pengelolaan hutan kepada masyarakat adat, Ngurah Sudiana juga berharap akan lebih banyak lagi kepedulian perusahaan terhadap pelestarian lingkungan seperti yang ditunjukkan Telkomsel.
Hukum adat Bali di antaranya memberikan sanksi pengusiran kepada penduduk yang terbukti melakukan pelanggaran, seperti merusak hutan, sumber air dan berbagai sumber daya lainnya, tambahnya.
Menurut Lurah Serangan, I Made Poniman, yang pada kesempatan itu juga menerima penyerahan bantuan sosial dari Telkomsel sebesar Rp15 juta, untuk menuju Pulau Serangan semula harus menggunakan perahu, dan kondisi lingkungannya lestari oleh rimbunnya hutan bakau.
Namun kemudian direklamasi PT Bali Turtle Island Development (BTIP) untuk Kawasan Pengembangan Wisata Pulau Serangan, namun terbengkalai sejak era reformasi.
"Sudah bertahun-tahun kondisi kawasan yang dijadikan 'benteng bakau'- nya Bali ini terlantar. Yang ada hanya aktivitas petugas keamanan," ujarnya.
Anak Agung Ngurah Gede Kusumawardhana, 'penglingsir' atau sesepuh Puri Agung Kesiman, yang menjadi pendukung penghijauan tersebut, juga memprihatinkan kerusakan lingkungan di Bali, seperti yang dapat dengan mudah dilihat di Pulau Serangan.
"Kerusakan hutan, termasuk kawasan bakau di Pulau Serangan akibat ulah investor ini seharusnya menjadi pelajaran bagi penentu kebijakan pemerintahan. Hati-hatilah dalam memberikan izin untuk pembangunan wisata," kata tokoh keturunan keluarga Puri (Kerajaan) Kesiman itu.
Ia menuturkan, saat penguasaan kawasan pulau yang memiliki nilai spiritual tinggi dengan adanya Pura Sakenan, diwarnai tindakan pemaksaan melibatkan aparat TNI.
"Saya sebagai keluarga Puri yang membawahi Pulau Serangan, saat itu berulang kali dipanggil, diperiksa dan bahkan diancam oleh aparat berseragam," ucapnya.
Namun kenyataannya kini kondisi kawasan Pulau Serangan rusak, bakaunya hancur, penyu (turtle) menghilang karena habitatnya terusik dan nilai spiritual-nya juga luntur seiring mudahnya akses jalan beraspal ke tempat-tempat yang dulu disakralkan.
"Kawasan ini sudah bukan pulau lagi, karena telah menyatu dengan daratan Bali. Kami ingin pengelolaannya dikembalikan kepada masyarakat untuk dipulihkan seperti sedia kala," tutur AA Ngurah Gede pada acara yang juga dihadiri General Manager Network Operation Telkomsel Bali-Nusra,

Menjaga Hutan Bali dengan Awig

Secara keseluruhan luas hutan di Bali berdasarkan catatan Dinas Kehutanan Bali mencapai 130 ribu hektar yang terbagi dalam 3 Kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yaitu KPH Bali Barat, KPH Bali Tengah dan KPH Bali Timur. Sedangkan kasus pencurian kayu hutan rata-rata mencapai 45 kasus pertahun.
Sebagai upaya menjaga klestarian hutan, Dinas Kehutanan Bali menargetkan dalam 10 tahun kedepan seluruh desa di sekitar kawasan hutan di Bali telah mengadopsi upaya pelestarian hutan dalam awig-awig (aturan adat). Berdasarkan inventarisasi Dinas Kehutanan Bali di Bali terdapat sekitar 300 desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan hutan.
Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan Bali Made Gunanja menyatakan,  adopsi konsep kelestarian hutan dalam awig-awig bertujuan untuk melibatkan masyarakat desa dalam menjaga kelestarian hutan. Selain itu untuk membangun hutan lestari berbasis pemberdayaan masyarakat.
Gunanja mengungkapkan, pengembangan awig-awig yang mengadopsi konsep kehutanan juga bertujuan mengurangi intervensi masyarakat terhadap hutan.
Dia menambahkanm Dinas Kehutanan Bali juga sedang merancang pembentukan Pecalang Kehutanan yang dikembangkan di setiap desa di sekitar hutan. Hal ini untuk membantu polisi kehutanan menjaga wilayah hutan. Saat ini di Bali terdapat sekitar 118 orang polisi kehutanan. Padahal berdasarkan Kriteria luasan hutan Bali memerlukan sekitar 400 orang polisi kehutanan.
Selain itu, Bali juga hanya memiliki satu petugas penyidik kehutanan. Gunanja mengakui selain mengalami keterbatasan sumber daya manusia, Polisi Kehutanan Bali juga mengalami keterbatasan fasilitas, sehingga kurang optimal dalam pelaksanaan tugas.
”Selain mengalami kekurangan sumber daya manusia dan peralatan, disisi lain kita tidak menyerah sampai disitu. Upaya yang kita kembangkan adalah melibatkan desa pekraman,” kata Gunanja

Dishut Bali Upayakan Pelestarian Hutan Melalui Aturan Adat

Berdasarkan inventarisasi Dihut Bali di Bali terdapat sekitar 300 desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan hutan.
Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Alam Dihut Bali, Made Gunanja saat ditemui Selebzone.com di kawasan Taman Nasional Bali Barat, Rabu (3/2) siang mengatakan bahwa adopsi konsep kelestarian hutan dalam awig-awig bertujuan untuk melibatkan masyarakat desa dalam menjaga kelestarian hutan dan membangun hutan lestari berbasis pemberdayaan masyarakat.
Made Gunanja mengungkapkan pengembangan awig-awig yang mengadopsi konsep kehutanan juga bertujuan mengurangi intervensi masyarakat terhadap hutan.
“Aturan adat membuat masyarakat takut untuk merusak hutan, sehingga intervensi terhadap kelestarian hutan dapat dikurangi” ujar Made Gunanja.
Selanjutnya Made Gunanja menyebutkan Dihut Bali juga sedang merancang pembentukan Pecalang Kehutanan yang dikembangkan di setiap desa di sekitar hutan dengan tujuan untuk membantu polisi kehutanan menjaga wilayah hutan.

Bioteknologi untuk Pelestarian Hutan

Hutan tropis merupakan paru-paru dunia yang berperan besar terhadap kestabilan iklim global. Namun apa jadinya jika hutan semakin tergerus? Dapatkah bioteknologi berperan dalam pelestarian hutan?
redwoodPenurunan luas lahan hutan di Indonesia terjadi sangat cepat, utamanya dipicu oleh naiknya populasi penduduk yang berarti pula naiknya konsumsi kayu, sementara luas hutan tidak bertambah, area bekas penebangan dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya serius untuk merehabilitasinya. Belum lagi illegal logging yang semakin memperparah laju penurunan areal hutan. Data tahun 2005 saja menunjukkan bahwa suplai kayu nasional yang tercatat oleh Departemen Kehutanan sebesar 42,3 juta m3 (itu tidak termasuk kayu ilegal lho). Konsumsi global sendiri tahun 1990 sebesar 2.5 miliar m3 dan terus meningkat setiap tahunnya.
Fakta mengenai degradasi hutan tersebut amat memprihatinkan, sebab di samping berpengaruh terhadap perubahan iklim global juga dapat mengganggu ekosistem flora dan faunanya. Sering kita dengar binatang-binatang buas keluar dari hutan dan menyerang lahan penduduk. Jangan salahkan harimau yang memangsa hewan ternak demi sesuap nasi, ups, seonggok daging karena tak kuasa menahan lapar. Itu semua berawal dari semakin sempitnya lahan hutan yang multifungsi.

Peran Bioteknologi

Kita tentu tidak bisa membiarkan hutan kita habis suatu saat nanti, harus ada upaya rehabilitasi hutan yang terencana dan menyeluruh serta melibatkan semua pihak. Dalam acara 1st Genetic Analyzer User Meeting yang diselenggarakan oleh salah satu pemasok mesin DNA sequencer pada tanggal 2 Juni 2009 lalu di Jakarta, tampil sebagai salah satu pembicara yaitu dari Center for Forest Biotechnology and Tree Improvement (CFBTI) Yogyakarta. Beliau memaparkan berbagai tantangan dan upaya yang dilakukan pemerintah melalui CFBTI untuk merehabilitasi hutan di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan hutan di Indonesia antara lain:
  • Rehabilitasi hutan alami
  • Rehabilitasi hutan yang rusak dan tidak produktif
  • Pembangunan hutan perkebunan
  • Konservasi sumber-sumber genetik, dan
  • Pengendalian pembalakan liar (illegal logging)
cfbti

CFBTI yang berdiri sejak tahun 1984 ini melakukan riset-riset genetik molekuler yang berfokus pada 11 spesies tanaman, yaitu:
  • Jati (Tectona grandis)
  • Spesies yang tumbuh dengan cepat (Acacia spp. dan Eucalyptus spp.)
  • Kayuputih (Melaleuca cajuput)
  • Cendana (Santalum album)
  • Iron wood (Eusideroxylon zwageri)
  • Pulai (Alstonia sp.)
  • Sengon (Falcataria mollucana)
  • Surian (Toona sureni)
  • Merbau (Intsia bijuga)
Lebih lanjut, beliau juga menguraikan riset-riset genetika molekular yang dilakukan lembaganya:

Pembiakan molekuler (molecular breeding)

Pembiakan molekuler dilakukan dengan mengaplikasikan penanda (marker) molekuler untuk perbaikan genetika tanaman melalui analisis paternal, sistem perkawinan dan analisis aliran gen. Dengan melakukan seleksi, pengaturan jarak antara pohon-pohon dalam kebun pembibitan dan uji keturunan (progeny test) untuk mengetahui komposisi genetik serta manajemen kebun pembibitan untuk meningkatkan probabilitas perkawinan antara genotip-genotip yang diinginkan, diharapkan bisa diperoleh pohon-pohon dengan kualitas plus.

Genetika populasi

Saat ini CFBTI mengembangkan suatu database genetik untuk kayu jati di Indonesia untuk melindungi konsumen dari penipuan. Seperti kita ketahui kayu jati merupakan kayu dengan kualitas terbaik dengan harga mahal. Dengan adanya database genetik ini kualitas suatu jenis kayu jati bisa ditentukan dengan tepat sehingga konsumen tidak akan bisa dikelabui oleh para penjual kayu yang kadang-kadang suka berbuat licik.

Biosecurity

CFBTI mengembangkan teknik-teknik berbasis PCR dan DNA Sequencing untuk mendeteksi penyakit pembusukan akar (root rot disease) pada pepohonan.

Botani forensik

Seperti halnya forensik pada manusia untuk melacak asal-usul atau identitas korban maupun pelaku kriminal, pada dunia kayu-kayuan juga diperlukan ilmu botani forensik. Dengan membangun suatu database dan barcode DNA, maka bisa dilacak asal-usul produk-produk kayu, diperoleh dari hutan mana, dan apakah kayu itu diperoleh secara legal atau hasil penebangan liar.

Harus Sinergi

Kerja keras CFBTI kita harapkan dapat menjadi sumbangan yang sangat berarti bagi kelestarian hutan di Indonesia. Namun bioteknologi saja tidak akan cukup tanpa didukung dengan upaya pemerintah dalam bidang lainnya. Berantas terus para pembalak liar terutama mereka yang kelas kakap dan yang berlindung di balik HPH. Jangan ada pula pengalihan fungsi hutan dari hutan lindung ke hutan industri hanya karena sogokan segelintir pengusaha kepada pemerintah setempat. Pemerintah bersama masyarakat juga harus mulai mencari alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap kayu dan produk turunannya agar konsumsi kayu hutan bisa ditekan. Begitu pula upaya rehabilitasi dan reboisasi hutan harus digalakkan kembali dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat

Visi-Misi Gubernur Sulawesi Tengah dan Pelestarian Hutan Lindung

Sulawesi Tengah memiliki potensi hutan lindung dengan luas 1.489.923 ha, merupakan modal dasar pembangunan yang secara optimal dapat dikelola seperti halnya kawasan konservasi atau kawasan produksi. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 
Secara umum, pemanfaatan pada hutan lindung oleh pihak ketiga yang dilakukan melalui proses perizinan adalah baru sebatas pada pemungutan rotan dan getah damar. Kalaupun ada aktifitas, pemanfaatannya tidak dilakukan melalui perizinan sah. Hal ini diduga karena belum optimalnya sosialisasi tentang pemanfaatan hutan lindung, sehingga masyarakat memiliki kesan dilarang untuk mengakses hutan lindung.
Akibat dari masyarakat tidak merasa mendapat manfaat dari keberadaan hutan lindung, maka masyarakat membiarkan terjadinya perusakan hutan. Keberadaan hutan lindung dipandang sebagai penghambat pembangunan, ketika masyarakat ingin melakukan perluasan lahan perkebunan.
Saat ini, kondisi hutan lindung Sulawesi Tengah secara fisik memprihatinkan, baik sebagai akibat pertambahan penduduk, atau akibat laju pembangunan yang secara langsung dan tidak langsung menekan eksistensi hutan lindung. Perambahan dan pembalakan liar dan bahkan sering terjadi konflik kepentingan antar sektor.
Di Sulawesi Tengah, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, kenyataan ekonomi dan sosial ini adalah penduduk yang umumnya miskin di pedesaan dan hidup dekat dengan kawasan hutan lindung. Kenyataan ekonomi dan sosial ini juga mencakup investasi yang didominasi dan bertumpu pada hasil-hasil sumber daya alam, seperti kayu, bahan tambang dan hasil hutan lainnya, serta kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang dekat dan kadang-kadang di dalam kawasan lindung.
Keutuhan kawasan hutan lindung tidak dapat dipertahankan tanpa menyediakan bagi penduduk setempat yang hidup bergantung langsung pada sumberdaya di daerah itu, sumberdaya pengganti dan peluang untuk mendapat penghasilan.
Dengan kenyataan di atas, maka upaya pelestarian hutan lindung perlu menyelaraskan pelestarian dengan kepentingan masyarakat setempat dan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat yang hidup dekat perbatasan kawasan hutan lindung.
Konsep di atas juga menjadi sinkron dengan visi Gubernur Sulawesi Tengah untuk lima tahun kedepan 2011-2016, yaitu “Sulawesi Tengah sejajar dengan provinsi maju melalui pengembangan agribisnis dan kelautan dengan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing di kawasan timur Indonesia tahun 2020”. Kemudian, untuk mewujudkan visi tersebut, maka dituangkan dalam bentuk misi kegiatan yaitu: (1) percepatan reformasi birokrasi, penegakkan supremasi hukum dan HAM; (2) peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing berdasarkan keimanan dan ketaqwaan; (3) peningkatan pembangunan infrastruktur; (4) peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan; (5) pengelolaan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan.
Program dan kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan hutan lindung oleh masyarakat dengan pendampingan dan bimbingan dari instansi kehutanan. Diharapkan dengan dukungan kebijakan, tertib hukum dan implementasi secara konsisten, kegiatan ini dapat mengurangi laju kerusakan hutan lindung, sekaligus menguatkan ekonomi masyarakat sekitar hutan untuk pengentasan kemiskinan. Beberapa ketentuan yang dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan seperti di bawah ini.
Menurut PP No. 38 Tahun 2007 Lampiran AA, pada sub bidang pemanfaatan kawasan hutan lindung, Pemerintah Provinsi memiliki kewenagan pemberian perizinan pemanfaatan kawasan hutan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam Lampiran (Appendix) CITES, dan pemanfaatan jasa lingkungan skala provinsi.
Pemanfaatan kawasan hutan, dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha: budidaya tanaman obat; budidaya tanaman hias; budidaya jamur; budidaya lebah; penangkaran satwa liar; rehabilitasi satwa; atau budidaya hijauan makanan ternak (PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 24).
Pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk ke dalam Appendix CITES, antara lain berupa: rotan; madu; getah; buah; jamur; atau sarang burung walet (PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 26).
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Pada Hutan Lindung, antara lain dilakukan melalui kegiatan usaha: pemanfaatan jasa aliran air; pemanfaatan air; wisata alam; perlindungan keanekaragaman hayati; penyelamatan dan perlindungan lingkungan; atau penyerapan dan/atau penyimpanan karbon (PP No. 6 Tahun 2007 Pasal 25).

KELESTARIAN HUTAN DI INDONESIA, TANGGUNGJAWAB SETIAP WARGANEGARA

1. Kondisi hutan di Indonesia
Indonesia adalah negara yang sangat terkenal karena memiliki hutan yang sangat luas. Menurut Walhi (2004), Indonesia masih memiliki 10 persen dari luas hutan tropis di dunia. Angka ini cendrung berkurang jika kerusakan hutan tidak segera dikendalikan. Memang sudah cukup banyak produk hukum yang dibuat oleh pemerintah Indonesia, namun penerapannya masih sangat lemah. Penanganan kasus pengrusakan hutan masih kurang serius dan terkesan memberi ruang yang leluasa bagi para pelaku pengrusakan hutan untuk mencari pembenaran diri.

1.1. Potensi hutan di Indonesia
1.1.1. Potensi ekonomi
Dari aspek ekonomi, sektor kehutanan Indonesia menyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor migas. Devisa ini sebenarnya perlu dipertahankan tanpa harus merusak hutan. Sebaliknya, dengan semakin tinggi tingkat kerusakan hutan, devisa negara dari sector ini akan mengalami penyusutan.
Di samping itu, hutan adalah pemasok oksigen. Populasi tanaman yang tumbuh di hutan mampu memasok oksigen untuk keperluan manusia serta hewan. Maka tidak heran jika hutan dijuluki paru-paru alam.
Hutan juga memiliki peranan penting dalam penyediaan air tanah. Akar pepohonan secara alamiah mampu mengikat unsur air. Di samping itu, dengan ditampungnya air dalam tanah, bahaya banjir dapat dicegah. Dapat dibayangkan apabila suatu daerah terkena bencana banjir, berapa kerugian material yang diderita para warga di kawasan bencana tersebut? Padahal untuk mencegah bencana tersebut sebetulnya tidak sulit, hanya butuh kesadaran akan pentingnya hutan.

1.1.2. Potensi sosial
Hutan merupakan “wahana interaksi” masyarakat tradisional yang mendiami kawasan sekitarnya. Mereka memanfaatkan hutan sebagai sumber makanan, serta sumber-sumber kehidupan lainnya. Hutan juga merupakan wadah pemersatu para suku di pedalaman. Mereka memiliki banyak kepentingan vital yang sama terhadap hutan yang lestari. Masyarakat tradisional memiliki modal sosial yang berkaitan dengan hutan. Pembahasan tentang hutan dapat menjadi ajang pertemuan bagi para kepala suku dalam komunitas masyarakat adat. Selain itu, secara sosial hutan juga dapat menjadi wahana pertemuan masyarakat kota dan masyarakat pedalaman. Dengan tujuan wisata, masyarakat kota pada hari-hari libur dapat melakukan berbagai aktivitas seperti berkemah, lintas alam dan kegiatan rekreasi lainnya. Kegiatan-kegiatan ini memerlukan fasilitasi masyarakat adat yang mendiami kawasan hutan. Dengan interaksi sosial tersebut, diharapkan semakin meningkat interaksi antara berbagai pihak, yang pada akhirnya bermuara kepada saling pengertian akan pentingnya kelestarian hutan.

1.1.3. Potensi keanekaragaman hayati
Hutan Indonesia sangat terkenal dengan keanekaragaman hayati. Tanaman dan satwa yang hidup dalam hutan merupakan potensi hutan yang tidak boleh diabaikan. 12% dari jumlah spesies binatang menyusui, 16% reptil dan amfibi, 1.519 spesies burung dan 25 % spesies ikan dunia (Walhi 2004). Dalam kaitan dengan keanekaragaman hayati, komponen-komponen hutan tersebut menyediakan berbagai tanaman yang bisa dimanfaatkan sebagai penyedia oksigen, bahan makanan, bahan bangunan, serta obat-obatan. Tidak ketinggalan, hutan merupakan obyek wisata. Diperkaya oleh satwa yang menghuni hutan, semakin lengkap peranan hutan sebagai kawasan yang kaya unsur-unsur kehidupan yang ada di dalamnya.

2. Ancaman terhadap hutan Indonesia
Masalah kerusakan hutan merupakan masalah yang sangat traumatis bagi Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia (RI) dinilai kurang serius dalam mengatasi kerusakan hutan. Perdebatan tingkat tinggi pun dilakukan untuk mencari pembenaran diri tanpa melihat fakta bahwa fokus pembahasan adalah kerusakan hutan. Harian Sinar Harapan (4 Mei 2007) mengulas silang pendapat antara Green Peace dengan Pemerintah RI sehubungan dengan masalah kerusakan hutan. Green Peace menilai Indonesia masuk dalam kategori negara dengan laju kerusakan hutan tertinggi di dunia. Sebaliknya, Pemerintah RI membantah tudingan tersebut dengan mengemukakan fakta yang berbeda dengan yang dikemukakan oleh Green Peace. Terlepas dari persoalan seberapa tinggi laju kerusakan hutan, seharusnya yang dilakukan oleh Pemerintah RI adalah semaksimal mungkih menurunkan laju kerusakan hutan. Upaya ini perlu diawali dengan kesadaran bahwa kerusakan hutan itu memang ada. Setelah kesadaran itu tumbuh, diharapkan penanganan kerusakan hutan dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Mencermati gejala-gejala yang terjadi saat ini, ditemukan beberapa penyebab kerusakan hutan. Karena tema pembahasan tulisan ini berkaitan dengan pelestarian hutan, maka penulis ingin mengangkat beberapa penyebab kerusakan hutan yang ada dengan tujuan untuk memberi kesadaran kepada setiap warga negara bahwa pelestarian hutan adalah tanggungjawab bersama. Selain itu penulis juga mau menekankan bahwa sekecil apapun penyebab kerusakan hutan, tetap saja ada ekosistem yang berubah.

Berikut ini adalah beberapa penyebab kerusakan hutan :

2.1. Perladangan liar
Walaupun definisi perladangan liar masih simpang siur, namun fakta berbicara bahwa perladangan liar dapat merusak hutan. Jangka waktu rotasi perladangan yang dari waktu ke waktu semakin kecil menyebabkan tidak optimalnya regenerasi hutan. Ducourtieux (2000) menyarankan bahwa regenerasi hutan sebaiknya dilakukan dalam periode 20 tahun. Selama peride tersebut, kondisi tanah secara alamiah dapat diperbaiki. Dengan kondisi sudah diregenerasi, tanah tersebut dapat dimanfaatkan lagi setelah masa regenerasi. Akan tetapi, sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, kebutuhan akan lahan garapan pun semakin mendesak. Tidak heran jika saat ini, periode regenerasi hutan dipersingkat menjadi 6 hingga 8 tahun bahkan kurang dari itu.
Selain konsekuensi penurunan produktivitas tanah, perladangan liar juga mengakibatkan menurunnya luas hutan. Berkurangnya areal hutan diikuti pula dengan semakin gersangnya tanah, meluasnya populasi alang-alang, serta jenis rumput-rumputan lainnya yang sangat mudah terbakar di musim kemarau.

2.2. Cara bertani yang perlu dirubah
Di kawasan dataran tinggi Indonesia khususnya di luar Pulau Jawa, sering ditemukan praktek-praktek pertanian yang kurang ramah lingkungan. Memang praktek-praktek ini didukung oleh sejumlah alasan tradisi, namun tetap saja berakibat pada terancamnya kelestarian hutan. Salah satu contohnya adalah pola tebas bakar. Pola ini sangat umum dilakukan para peladang. Pada bulan-bulan Juni hingga Agustus, lahan ditebas. Setelah kayu dan dedaunan dinggap cukup kering, pada bulan September dimulailah ritual pembakaran. Lahan hasil pembakaran tersebut siap untuk ditanami dengan berbagai macam tanaman palawija bergitu hujan turun.
Praktek ini ternyata sangat mengancam kelestarian hutan. Jumlah organisme baik makro maupun mikro menurun drastis sejak hutan ditebas hingga dibakar. Unsur-unsur hara tanah pun ikut berkurang akibat terbakar api atau pun terkikis air dan angin (erosi). Kondisi ini diperparah dengan diabaikannya pembuatan terasering dengan alasan durasi penggunaan lahan yang tidak terlalu lama (maksimal 2 tahun).
2.3. Penyerobotan tanah dan penebangan liar
Kedua kasus ini merupakan tantangan yang cukup serius bagi Indonesia. Dengan alasan meningkatnya kebutuhan akan lahan garapan, terjadi penyerobotan hutan lindung dan hutan tutupan. Tindakan tersebut tentu saja mengganggu ketersediaan air tanah serta kelangsungan hidup populasi tanaman dan hewan yang hidup di dalamnya.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan perumahan yang layak, meningkat pula permintaan terhadap bahan bangunan terutama kayu. Hal ini berakibat pada penebangan liar di sejumlah kawasan hutan di Indonesia. Penebangan liar tidak memperhitungkan kelestarian hutan. Akibatnya, setiap tahun angka kerusakan hutan meningkat mencapai 62.012 hektar (Walhi, 2004).
Pihak yang paling bertanggungjawab atas penebangan liar adalah para pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Jika para pemegang menyadari akan pentingnya hutan dalam konteks keberlanjutan, mungkin penebangan liar bisa dihindari. Sebetulnya sudah ada peraturan tentang tebang pilih, namun dalam pelaksanaan di lapangan, aturan ini tidak dilaksanakan secara benar. Yang terjadi justru penebangan secara brutal tanpa memikirkan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat diabaikannya pola tebang pilih.
2.4. Penggembalaan liar
Walaupun tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap kerusakan hutan, pengembalaan liar pun berperanan dalam berkurangnya luas hutan. Di beberapa kawasan savannah dan steppa di bagian timur Indonesia, ternak-ternak besar dibiarkan berkeliaran di hutan. Pola pengambilan rumput (grassing) yang tidak terkontrol menyebabkan terbentuknya lahan kritis baru, yang sangat rentan terhadap erosi dan bahaya banjir.
Lahan kritis baru ini sangat sulit ditumbuhi rerumputan baru karena jumlah ternak besar dan ketersediaan rumput tidak diatur dengan baik. Padahal, jika pengontrolan dilakukan menurut kaidah-kaidah penggembalaan yang benar (manajemen pastura), maka dapat dipastikan diraihnya keuntungan ganda; hutan yang terawatt dan ternak yang berproduksi tinggi.

2.5. Kebakaran Hutan
Ada beberapa sebab kebakaran hutan. Pembakaran hutan untuk keperluan berburu merupakan alasan yang paling populer. Untuk mempermudah menangkap hewan buruan, para pemburu membakar kawasan hutan. Tujuannya adalah menjadikan api sebagai perangkap hewan buruan. Nilai jual hewan buruan yang diperoleh biasanya tidak sebanding dengan nilai kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran yang disengajakan ini.
Selain untuk kepentingan berburu, pembakaran liar juga disebabkan ulah pelintas hutan yang tidak bertanggungjawab. Sering terjadi bahwa para pelintas membuang puntung rokok yang belum sempat dimatikan. Api yang berasal dari puntung rokok ini sangat mudah membakar rerumputan kering, dan menjalar ke mana-mana dalam kawasan hutan.

3. Mencari solusi atas kondisi hutan yang terancam
Dari uraian-uraian di atas, jelas kelihatan bahwa hutan memiliki manfaat yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup manusia. Setiap warganegara Indonesia mendapat keuntungan langsung dari hutan, mulai dari oksigen yang dihirup hingga keuntungan-keuntungan lainnya. Bagi para pihak yang memperoleh keuntungan-keuntungan tersebut, perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa simbiosis mutualisme antara manusia dan hutan perlu dipertahankan. Eksploitasi hutan secara berlebihan dapat merusak hubungan simbiosis antara manusia dan hutan. Implikasinya dapat dilihat melalui bencana banjir, kebakaran, meningkatnya suhu harian serta berubahnya iklim mikro.
Selama ini, manusia masih melihat hutan berpotensi karena pepohonan yang tumbuh di dalamnya. Orang mengasosiasikan hutan sebagai penyedia bahan bangunan. Namun sebetulnya peranan hutan bukan hanya sebatas penyedia bahan bangunan. Masih banyak peranan vital lainnya yang berikan pleh hutan. Sulit dibayangkan apabila hutan benar-benar habis. Bagaimana manusia dan hewan bisa memperoleh oksigen dan sumber makanan lainnya ?
Melihat penyebab-penyebab kerusakan hutan di atas, sebetulnya tuntutan untuk dikemnbalikannya fungsi hutan secara jelas sudah sangat mendesak. Fungsi hutan dapat terjaga apabila kesadaran akan simbiosis mutualisme antara manusia dan hutan sudah terbangun. Kesadaran tersebut dapat dimotivasi dengan beberapa cara antara lain :
1) Membangun diskusi yang baik dengan para peladang berpindah. Umumnya para peladang berpindah hanya mengikuti tradisi nenek moyang. Ketika nenek moyang mereka melakukan pola perladangan berpindah, jumlah lahan pada saat itu sangat memadai. Regenerasi dapat dilakukan dalam periode 20 tahun. Akan tetapi, pada saat ini sangat sulit melakukan regenerasi dengan rentang waktu yang sama. Dengan terbangunnya diskusi yang baik, para peladang dapat dimotivasi untuk melakukan innovasi dalam menggarap lahan. Jika pada tempo dulu nenek moyang mereka melakukan regenerasi dalam waktu relatif lama untuk mengembalikan unsur-unsur organik tanah, saat ini para peladang bisa melakukan penyuburan kembali tanah dengan cara pemupukan, pembuatan terrace-ring (terasering) untuk mencegah erosi, serta melakukan variasi pola tanam.
2) Melakukan sosialisasi tentang pentingnya hutan lindung. Sosialisasi ini perlu diikuti oleh berbagai pihak yang berkepentingan agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Banyak orang belum menyadari hubungan antara hutan lindung dengan pencegahan bencana banjir. Karena itu, upaya meningkatkan pemahaman akan fungsi hutan perlu mendapat prioritas.
3) Melakukan kontrol yang ketat terhadap perusahan-perusahan yang mendapat ijin menebang hutan. Hal ini penting karena penyebab terbesar kerusakan hutan berada pada tangan oknum-oknum ini. Kontrol yang ketat tentu saja perlu didukung oleh produk hukum yang mampu memberi efek jera kepada para pelaku pengrusakan hutan.
4) Sehubungan dengan intensifikasi pertanian, maka pola peternakan pun perlu mendapat perhatian yang serius. Perlu dibuat peraturan tentang penggembalaan ternak di kawasan hutan. Selain itu, peran penyuluh pertanian untuk mempromosikan pola peternakan yang lebih efektif dan efisien kiranya dapat menumbuhkan kesadaran untuk mengurangi dampak lingkungan akibat penggembalaan liar.
5) Beberapa daerah telah mengeluarkan Peraturan daerah (Perda) tentang pengendalian kebakaran hutan. Secara teknis, perda-perda tersebut memuat aturan-aturan yang tegas tentang larangan membawa bahan-bahan yang mudah terbakar (misalnya korek api, rokok) saat melintasi kawasan hutan atau saat melakukan pendakian gunung. Sangsi berupa pembayaran uang denda yang cukup tinggi diharapkan dapat memberi efek jera serta kesadaran akan pentingnya kelestarian hutan.
4. Kesimpulan
Hutan di Indonesia adalah modal bangsa yang perlu dilestarikan. Mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh dari pelestarian hutan, maka upaya ini merupakan suatu keharusan. Dalam kaitan dengan ini, membangun kesadaran sangat penting untuk mamperoleh dukungann aktif secara berkelanjutan. Kesadaran ini perlu ditumbuhkan secara menyeluruh dalam segala aspek baik aspek ekonomi hutan, aspek sosial serta keanekaragaman hayati hutan. Jika aspek-aspek ini telah dipahami dengan baik, penghargaan akan hutan akan semakin meningkat.
Perlu pula dipahami bahwa tugas pelestarian hutan merupakan tugas bersama setiap warga negara. Hutan memberikan banyak keuntungan kepada masyarakat Indonesia, karena itu sepatutnyalah sebagai warganegara yang baik dituntut rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap hutan.
*) Penulis : Mahasiswa pada program MSc in Management of Agro-ecological Knowledge and Social Changes, Wageningen University and Research Centre, The Netherlands.